Tulisan
adalah Jiwa Saya
Oleh: Adi
Ibnu Khaldun
Sejak SMP saya sudah mulai menulis.
Saat itu tulisan saya baru masuk di mading dan majalah sekolah. Di waktu SMP
saya pernah beberapa kali melayangkan karya ke redaksi mading dan akhirnya
dimuat. Di saat
saya SMA,
dalam semalam saya menulis cerpen berjudul aku dan anak adam, dan
kembali tembus masuk ke majalah sekolah.
Saat itu saya ragu kualitas tulisan
saya. Ketika masuk ke majalah
dan karya saya terbit,
guru saya mengakui karya saya. Walau saat itu editing tulisannya tidak sesuai harapan saya. Minat saya menulis
saya teruskan dalam puisi-puisi yang saya nilai sebagai puisi picisan. Namun, beberapa di antaranya
diakui teman tulisan saya bagus,
padahal selalu saja merasa
tulisan saya belum berkualitas.
Selepas SMA, saya vakum dalam dunia
tulis menulis khususnya cerpen.
Saya pernah beberapa
kali ikut pelatihan menulis. Saya pernah mengikuti bedah bukunya Izatul
Jannah. Saat itu saya bersua
beliau waktu SMA. Sungguh suatu kehormatan bagi saya bisa bertemu dengan beliau
lagi dan bisa belajar menulis di bawah
arahan beliau.
Satu lagi penulis favorit saya, yaitu Habiburrahman
El Sirazi. Saya pernah sekali mengikuti bedah novel beliau.
Dunia menulis, walau sampai sekarang saya vakum, saya merasakan keajaiban
sungguh luar biasa. Terkadang sesekali merasakan penat yang luar biasa. Saya
bingung bagaimana saya akan mengatasi penat yang tidak jelas asal usulnya.
Pernah suatu ketika saya mencoba mengeluarkan apa yang saya rasakan dalam
bentuk tulisan.
Perlahan, Alhamdulillah, saya
menemukan ketenangan setelah mengungkapkan perasaan hati saya. Serasa semua
masalah pergi bersama tinta yang mengering di atas kertas putih. Saya
menemukan ketenangan setelah saya menulis. Saya cinta menulis, minat
saya adalah menulis. Sekarang saya akan berusaha terus konsisten untuk menulis.
Tulisan akan menjadi jiwa saya dan gambaran jiwa saya, karena
tulisan mewakili pikiran dan perasaan saya.
***
Biodata Penulis
Adi Ibnu Khaldun adalah nama pena dari
Adi Widodo. Tempat
tanggal lahir: Banjarnegara, 10 juli 1986. Alamat surat: Luwung RT 01/RW 03, Kecamatan
Rakit, Banjarnegara, Jateng 53463. Pendidikan:
Prodi Sosiologi Agama pada fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mempunyai hobi membaca dan
menulis. E-mail:
adi_ibnukhaldun@rocketmail.com
Ketika
Menulis adalah Cinta
Oleh:
Rendra Mochtar Habibie
Apa pun tulisannya, ujungnya
adalah kebaikan, selama apa yang kita tulis
tak lepas dari nilai-nilai kebajikan dan mengusahakan tulisan kita untuk dapat
menuntun pada kebermanfaatan sesama. Ya, semuanya
berawal dari kata “menulis” yang ternyata mampu memberikan sebuah energi besar
dalam peran kehidupan, yaitu mengubah cara berpikir lalu bersiap untuk
melakukan tindakan.
Menulis? Saya memang tak
tahu, bahkan tak mengerti dalam kehidupan tentang arti itu. Ya, itu anggapan saya
dulu. Sekali lagi, itu dulu, ketika saya belum merasakan kecintaan terhadap dunia tulisan apalagi
membaca. Karena yang saya tahu orang bisa menulis karena bisa membaca, apa saja bacaannya. Membaca buku-buku ataupun membaca peristiwa di
lingkungan sekitar, lalu menumpahkannya dalam beraneka macam jenis kata.
Lantas saya? Bagi saya, dulu
saya membaca saja tak suka, apalagi harus menulis.
Sudah pasti sahabat semua juga tahu jawabannya! Ya, saya pasti tidak bisa
menulis. Sekali pun bisa, tulisan saya tak mungkin bagus dan biasa-biasa saja.
Nah, kini menurut saya, menulis
adalah sebuah petualangan yang berusaha membebaskan diri dan orang lain dari
belenggu keterpurukan. Kenyataannya, sebuah tulisan adalah bukti tertulis nyata
yang dibuat penulis untuk mengajak pikiran dan hati pembaca mengikuti
jejak-jejak pikirannya dalam menjumpai amanat mulia yang ingin disampaikan oleh
penulis. Di samping itu, dalam menulis pula kita akan mendapatkan sebuah
pengetahuan yang belum pernah kita ketahui sebelumnya. Dan, selain itu masih
banyak lagi.
Tulisan yang Menyembuhkan
Oleh: Ocha Thalib
Menulis
merupakan kegiatan yang sering kulakukan sedari kecil. Tepatnya sejak kelas
satu SD.
Menghabiskan masa kecil di sebuah kota kecil di Sumatera Selatan merupakan
saat-saat yang menyenangkan. Tak ada waktu bersedih, semua kujalani dengan
riang gembira. Semua keceriaan di masa kecil selalu kutuangkan dalam bentuk
tulisan.
Saat berhasil naik sepeda pertama
kalinya, saat melihat kupu-kupu cantik melayang-layang di taman bunga, memberi
makan ayam-ayam peliharaan, semua kucurahkan dalam buku harian. Sesekali, di saat kejahilan muncul, aku kerap menuliskan apa pun di dinding kamar, bahkan juga di dalam
buku pelajaran sehingga sering mendapat teguran
dan hukuman dari orangtua maupun guru di sekolah.
Kedua hal tersebut tak menyurutkan
kegemaranku menulis. Hukuman dari guru membuatku makin tergila-gila dengan
dunia menulis. Bagaimana tidak, guru menghukumku dengan mengharuskan aku
menulis kalimat,
“Aku berjanji tak akan mencoret-coret buku pelajaran lagi” sebanyak seratus
kali di beberapa lembar kertas. Hukuman yang menyenangkan bagiku.
Saat
memasuki usia remaja, aku mulai jarang menulis kecuali tugas-tugas menulis yang
diberikan guru di sekolah. Begitu pun
saat memasuki usia dewasa, tak ada lagi menulis dalam kamus kehidupanku. Tugas
kantor, rapat, dan menghadapi pelanggan sangat menyita waktuku. Pada masa itu
semua kujalani dengan rutinitas yang membosankan, tapi harus kulakukan
disesuaikan dengan jadwal yang telah kubuat. Hidupku seperti sebuah robot yang
telah diatur kehidupannya, sambil menunggu rusak dan menjadi besi tua. Sungguh
menyedihkan.
Suatu
ketika, aku menghadapi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dikarenakan kantorku
mengalami krisis ekonomi, sehingga pegawainya terpaksa dirumahkan. Pada awalnya
aku kecewa dan khawatir akan masa depan. Namun ternyata Tuhan Maha Adil. Dengan
kondisi ini aku dapat kembali ke dunia menulis yang dulu sangat kugemari.
Menulis menyembuhkan aku dari rasa sedih, kecewa, krisis percaya diri, dan
hal-hal yang sulit kuucapkan dengan kata-kata dapat dengan mudah aku tuangkan
dalam tulisan.
Manfaat menulis pun dapat langsung aku
rasakan dalam kehidupanku kini. Dengan menulis, aku ingin berbagi
pengalaman kepada sesama dan berharap tulisanku dapat bermanfaat dan memotivasi
banyak orang untuk mejadi manusia yang lebih baik.
***
Biodata Penulis
Ocha Thalib, lahir di Plaju 9 November. Pendidikan terakhir di Sastra
Inggris, Universitas Nasional Jakarta.
Penggemar cokelat,
musik, travelling,
dan dunia penulisan. Sempat bekerja di beberapa perusahaan multi
nasional dan perusahaan asing, sebelum memutuskan untuk menjadi ibu rumah
tangga dan mencoba menjadi penulis lepas. Saat ini telah dikarunia satu orang
putra. Untuk
kontak lebih jauh, bisa mengirim e-mail
ke areek99@yahoo.com atau
facebook.com/rosanthythalib
Menulis itu Ibadah
Oleh: R. Chanin SF
Menulis,
menulis,
dan menulis. Dengar kata ini, sudah tidak asing lagi bagi kita dan bagiku pribadi yang baru-baru
ini menyukai dunia kepenulisan. Sekitar tiga bulanan ini, aku mengekspresikan
keinginan hati dan pikiranku yang kemudian kutuangkan dengan tinta-tinta cinta
yang berbalut kemesraan dalam merangkai
sebuah kata. Sampai kuterbesitkan rasa yang tak kunjung kuredupkan,
menebar bunga-bunga cinta lewat tulisan, hingga kutemukan satu kalimat indah nan
memesona,
“Menulis itu ibadah”.
Menurutku, itulah
definisi menulis versiku, karena setiap apa yang ingin kutuangkan itu bertujuan
menumbuhkan semangat dan motivasi,
agar semua orang tahu bahwa setiap usaha, perbuatan, dan tindakan harus
berdasarkan dengan Islam. Mengapa demikian? Tulisan-tulisan yang baiklah yang
dinikmati oleh para pembaca kebanyakan, namun, aku mungkin terlalu mempunyai
obsesi yang besar tentang keinginanku itu dan aku ingin selalu menghadirkan Islam
di dalam setiap tulisanku.
Kurangkai
kata demi kata, kuikutkan dalam sebuah lomba, namun belum terlalu banyak yang
kupahami tentang menulis yang benar,
dan itu semua tak pernah menyurutkan langkahku untuk terus menulis dan menulis
dalam waktu-waktu senggangku. Kala itu, ketika aku harus mengumpulkan sebuah
cerpen, puisi, dan esai yang diperintahkan oleh
ketua FLP Kalteng, aku pun sangat
kaget. Dalam
waktu yang singkat,
aku pun
tak segera mengumpulkan persyaratan menjadi anggota baru FLP. Namun, aku berpikir, kalau aku tidak mencoba, kapan lagi aku harus nulis dengan baik dan benar?
Dalam waktu sebulan lebih, aku
menyelesaikan tulisanku itu dengan rasa semangat karena ingin mendapatkan tulisan
yang baik seperti kebanyakan para penulis hebat itu. Saat itu juga, perasaan takut dan rasa tidak percaya diri sangat
menggugah diriku. Namun
apa yang terjadi? Akhirnya aku pun
bisa,
karena aku berpikir
aku pasti bisa.
Akhirnya aku menyelesaikannya dengan
baik, walau mungkin hasilnya kurang baik, yang penting usaha. Yang dilihat
Allah itu ialah usaha kita bukan hasilnya.
***
Biodata Penulis
Aku Rina Rizkiana, nama penaku R. Chanin SF. Aku
masih kuliah semester tiga
jurusan Matematika Universitas
Palangkaraya. Aku aktif di berbagai organisasi, dan Alhamdulillah, aku bahagia ada di dunia
baruku ini, berdakwah dan
menulis. Aku
sangat ingin menjadi penulis berideologikan Islam. Dapat dihubungi melalui FB: Rina
Rizkiana sb dan nomor handphone:
085750672952