Kumenangkan
Peperangan dalam Setiap Tetes Tinta
Oleh: Neyna Minaff
Sejak
lama aku berteman dengan tinta kertas. Kepadanya aku belajar menjadi kesatria
yang kuat. Kepadanya aku terseok dalam kerapuhan dan rintihan batin. Kepadanya
aku tersungkur dalam setiap jengkal kemunafikan. Kepadanya kuangkat
tinggi-tinggi pedang dan kutegakkan pandangan.
Bermain-main
dengan tinta dan kertas hingga menuangkan setiap butir huruf yang kemudian
menyatu menjadi barisan kata,
sarat makna membutuhkan keberanian yang besar. Bukan keberanian untuk
menuangkan isi hati menjadi syair-syair literal, namun keberanian untuk melawan
egoisme dan nafsu amarah dalam jiwa. Menulis tidak hanya menyuarakan isi hati
dan pikiran, karena nantinya hanya akan melahirkan generasi yang selalu merasa
benar. Generasi yang terdoktrin oleh keegoisan individu.
Inilah yang seharusnya menjadi fokus
para aktifis pena. Menulis untuk orang lain, menulis untuk masyarakat, dan menulis untuk
mengatasi problematika dunia. Dengan cara ini aku menulis. Mengasah
pedang setiap argumen pribadi yang berdenyut di dalam otak. Mencoba
mengkritisi fenomena terkini dan siap berperang untuk menjaga pandangan diri
tetap berada dalam nilai-nilai kebenaran. Di sini kelulusan sebuah
karya tulisan diuji. Akankah ini memenuhi standar hukum kebenaran, ataukah
hanya menjadi sampah penyulut perpecahan?
Mencoba menulis untuk melancarkan
misi sebagai pendidik adalah target dan panggilan jiwa, karena
dari goresan tinta itulah logika yang telah mati terbangkitkan kembali.
Benang-benang kebenaran yang telah dianggap sebagai kebohongan tersatukan
kembali sebagai pakaian untuk jiwa-jiwa yang telah rusak, sehingga
dalam setiap untaian pena berperan penting pada penentuan nasib karakter
penerus bangsa. Kaya ataukah miskin karakter.
Kini, kumulai misi ini dengan melatih
pasukan penegak kebenaran yang akan
menguji kelayakan setiap perputaran opini diri. Lalu berperang dan
memenangkannya, hasilnya harus sama,
yaitu berkualitas tinggi dan bertujuan untuk
memperbaiki kebobrokan setiap pilar dunia. Menulis bukan untuk memenuhi hasrat
pribadi,
namun untuk menggembar-gemborkan persatuan dunia.
Miracle will Come
Oleh:
Nenny Makmun
Banyak hal yang aku dapat dari
menekuni dunia tulis menulis. Tidak menyangka menulis membuat hati lebih
terkontrol, legawa,
dan bisa menerima kondisi hidup yang kadang tidak menentu, seperti saat merasa
terpuruk dengan dunia kerja, saat sahabat baik hilang, saat kinerja
dipertanyakan, saat anak-anak susah sekali dikendalikan, dan saat beberapa
konflik.
Ajaib dengan menguasai dalam aksara dan
membaca kembali ternyata menjadi terapi hati yang efektif. Ada rasa puas bisa
bercurah dan share terhadap orang
lain.
Sekarang,
sesibuk apa pun, menulis sudah menjadi bagian yang tidak
terlewatkan walau hanya setengah halaman.
Maklum, kesibukan sebagai salah
satu karyawan swasta
juga banyak tuntutan.
Saya meluangkan waktu di saat lunch dan di sela-sela waktu saat semua kerjaan selesai. Kejaiban menulis juga
menemukan berbagai teman dunia maya yang tidak sedikit saling berkontribusi
menyebarkan kebaikan.
So, keep writing!
Insya Allah, the miracle will come!
Oct 12, 2012
***
Biodata Penulis
Nenny Makmun - Menulis tanpa batas (Write without boundaries) dalam http://noorhanilaksmi.wordpress.com/. Buku terbit: Kumpulan Puisi Harian Online Kabari Indonesia – Romansa 36
(Leutika), Kumpulan Cerita Anak Anya dan Peri Biru (Leutika), Kumpulan Cerpen
Dalam Sebuah Closet (Leutika), Kumpulan Cerita Anak Negeri Dongeng Ketika Ketty Menjadi Nomor 2 (Leutika), Antologi
Puisi Mutiara Relung Hati (Leutika). E-mail: nennyrch02@yahoo.com. FB: Nenny Makmun – Twitter
@ichandfay
Keajaiban
tak Terlupakan
Oleh: Indah Permatasari
Keajaiban? Awalnya aku tidak percaya, tetapi ketika keajaiban
itu datang menghampiri diriku, aku pun bingung dibuatnya. Apalagi keajaiban
menulis. Sama sekali tidak pernah terlintas di benakku bahwa keajaiban
menulis itu menyapaku penuh bahagia. Aku suka sekali menulis. Sejak sekolah
menengah pertama, aku sudah suka menulis.
Aku benar-benar
menulis dan mengikuti lomba atau event-event
saat aku memasuki bangku kuliah ketika semester lima. Dan rasa ingin menulis
itu datang secara tiba-tiba. Entah angin apa yang membisikkanku dan membujukku
untuk ikut lomba atau event menulis
sebuah cerita berbentuk sinopsis yang diselenggarakan oleh perusahaan selular
milik
Seorang penyeminar yang berdiri di atas panggung itu membuatku
terpesona dengan segala karisma dan juga segudang prestasi yang diraihnya.
Membuat hati ini panas untuk segera mengikuti lomba itu. Bukan hadiah atau yang
lain yang membuatku ingin mengikuti lomba itu, melainkan rasa penasaran yang
kuat untuk mempraktikkan
tips-tips yang sudah diberikan penyeminar tampan itu.
Penyeminar itu seorang penulis dan
juga seseorang yang sudah berkecimpung lama di dunia pendidikan menulis.
Karya-karyanya sudah banyak yang difilmkan. Aku sungguh ingin menjadi seorang
penulis sejak mengikuti seminar itu.
Aku pun mengirimkan sebuah
cerita dengan panjang hanya tiga sampai empat paragraf, karena itulah syarat
yang diminta oleh pihak penyelenggara. Setelah mengirimkan naskah itu, aku
tidak pernah berharap lebih,
apalagi dengan hadiah yang akan diberikan bagi yang menang yaitu sebuah laptop.
Namun, keajaiban itu benar-benar hadir di depan mataku, hingga aku tak percaya
dengan e-mail yang aku baca saat itu
bahwa aku memenangkan lomba itu.
Aku semakin tak percaya ketika hadiah
laptop itu sudah ada di tanganku.
Dan yang lebih ajaib lagi, aku menjadi ketagihan untuk ikut lomba menulis dan
selalu berusaha mencari informasi tentang lomba menulis. Tak
lupa aku juga mencari bahan-bahan atau pelajaran tentang bagaimana cara menulis
serta membuat tulisan yang berkulitas baik.
Setelah kemenangan lomba itu, aku pun sampai sekarang masih
merasakan keajaiban menulis.
Berturut-turut selama dua bulan
ini aku mendapatkan
hadiah dari lomba menulis, yaitu novel dari menulis surat di blog,
menghadiri kelas menulis gratis, dan menulis cerpen yang kemudian dibukukan, meski hanya antologi, dan itu sudah dua kali
atau dua buah karya. Sungguh walau orang lain menganggap ini adalah biasa,
namun bagiku ini adalah sebuah keajaiban, keajaiban menulis.
***
Biodata Penulis
Nama saya Indah Permatasari. Lahir di Jakarta, tanggal
09 Agustus 1989. Mahasiswi jurusan Akuntansi di Universitas Pamulang (UNPAM)
Tanggerang Selatan. Saya tinggal di Jalan Alpukat 5, No. 3 blok E20, RT04 RW18,
Benda Baru, Pamulang, Tanggerang
selatan, Banten, 15416. E-mail: indahjewel@gmail.com. Akun facebook
saya: www.facebook.com/indchisaki. Akun twitter
saya: @dean_indah.
Menulis itu Cinta
Oleh:
Dhiena Rhiendu
Hal terindah dalam sepanjang perjalanan
hidupku ialah menulis.
Saat menulis, jiwaku seakan melayang, hatiku berdesir,
nadiku bergetar, dan aliran
darahku berarus kencang.
Ada nyawa di balik tiap aksara yang kutulis, ada rasa
di tiap bahasa yang kugores. Saat kucoretkan tinta dari penaku pada selembar kertas putih itu, seluruh
penyakit dalam ragaku melayang, semua resah dalam kalbuku menguap, meski dalam
kepenatan hidup,
keresahan masalah,
dan kebisingan rasa, ketika aku mulai menggores tinta, angin segar seakan
meniupku mesra, karena menulis itu cinta.
Menulis adalah Obatku
Oleh:
Shofie Akmala
Menulis itu adalah duniaku, dunia di mana aku bisa berkreasi sesukaku
tanpa ada satu pun yang dapat melarang. Ini adalah hak multlak yang aku miliki,
sebab di sini aku dapat mengeluarkan unek-unek yang aku rasakan dalam jiwa.
Apalagi di saat aku jatuh dan tak dapat bangun lagi, menulis inilah yang dapat membangkitkan
aku dari keterpurukan itu.
Menulis
juga obat untuk aku bangkit dalam sakitku yang amat aku takuti untuk kambuh kembali. Seram sekali jika penyakit ini telah
muncul lagi dalam hidupku. Penyakitku ini sangat aneh menurutku, karena penyakit ini
sedikit bisa dikatakan gila. Semua
ini sebenarnya cambukan untuk emosi yang tidak dapat aku kontrol. Tetapi setelah
aku mengenal dunia tulis menulis, membuatku dapat bangkit dari setiap keterpurukan yang selalu
menerpaku dalam setiap hal. Contohnya di saat aku tidak dapat lagi
untuk mengejar harapan dalam hidup, menulislah yang membukakan semua asa yang
kualami dalam hidup ini.
Saat
ini aku sedang
menggebu-gebu untuk membuat satu novel yang mungkin itu story pribadi yang aku rancang dengan gaya tulisanku. Ini juga obat
menurutku, untuk orang lain yang akan membacanya dan mengambil hikmah dari setiap
peristiwa yang aku alami.
Niat
harus kubulatkan untuk berjuang melawan
hawa nafsu di dalam tulisanku. Apa pun alasannya, itu adalah obat bagiku serta
kebahagiaan
bagi sekelilingku. Apalagi orang yang berada di sekelilingku mendukungku agar aku bangkit dan
maju dengan hobi
serta cita-citaku yang amat aku sukai.
Terima
kasih untuk
semua, khususnya untuk
bunda yang selalu ada di kala
aku down dan di kala aku jatuh sakit yang
terkadang itu mengancam ibunda. Makasih juga dengan teman-teman yang selalu
mendukung aku untuk menulis. Semua ini mutlak buatku serta jiwa-jiwaku yang
lemah, dan mungkin buat semua emosi yang selalu menjadi inspirasi baru bagiku.