-->

4 LANGKAH MENULIS BAGI PEMULA

| 2:07 PM |

 

Dari Seorang Gadis

Oleh: Ken Hanggara

Dulu, waktu masih kecil, aku punya banyak cita-cita. Aku ingin menjadi seorang dokter, pemain bulu tangkis, aktor, atau gitaris profesional. Tak sekali pun aku bercita-cita atau bermimpi menjadi seorang penulis.

Memang hobiku sejak kecil adalah membaca. Semua itu berawal saat ibu mengajariku bermain dengan buku, mendalami maksud di balik dua puluh enam simbol asing yang disebut huruf. Hobi itu berlanjut hingga aku duduk di bangku sekolah dasar. Anehnya, aku tak pernah bisa jika disuruh untuk menulis sebuah cerita hasil karanganku sendiri. Berimajinasi adalah kemampuan yang kudapat dari hobi membaca komik dan menggambar. Sayangnya, tak pernah sanggup jari-jemariku menuangkannya dalam bentuk tulisan.

Hingga tibalah aku di satu mozaik terpenting dalam hidupku, jika boleh dibilang begitu—di mana aku telah memakai seragam putih abu-abu. Aku menyukai seorang gadis teman sekelasku. Mengagumi seseorang yang tampak jauh dariku adalah sesuatu yang sulit dibayangkan. Dia seorang gadis berparas ayu, pintar mengaji, dan yang membuatku tak nyaman tidur adalah kenyataan bahwa dia salah satu ahli Matematika di kelas kami. Aku sendiri bukan orang yang cerdas. Wajar jika pemikiran ‘bagai langit dan bumi’ menelanku bulat-bulat.

Seiring berjalannya waktu, aku kini tak hanya sekadar menyukai wajah cantiknya, tapi juga kepribadiannya. Telah lama aku jatuh cinta, tapi tak cukup berani untuk mendekatinya. Entah apa yang membuatku mati kutu sedemikian rupa.

Suatu malam aku melamun seorang diri, memikirkan bagaimana cara mendekati gadis itu. Saat mata hendak tertutup, seseorang mengetuk jendela kamarku. Setengah sadar dan tak sadar, kubuka daun kayu itu. Tiba-tiba tubuhku serasa ditarik sebuah benda. Dalam sekejap, kudapati diriku terbang di antara jutaan bintang dengan sayap di kedua sisi tubuhku.

Ya, aku sedang bermimpi dalam imajinasiku sendiri. Segera kuambil pena dan kertas. Kutulis sebuah puisi untuk gadis itu. Bukan puisi rayuan, hanya ungkapan rasa kagumku. Padahal selama ini, menulis sebait puisi saja aku tak bisa. Sungguh dahsyat pengaruh gadis itu padaku, mengubah seluruh jalur dalam labirin imajinasiku, menjadi satu perpaduan berharga: kemampuan menulis.

Itulah cinta—misteri, spontan, dan indah tak terperi. Kini menulis adalah jiwaku. Dia bagai ruh yang menyatu dalam aliran darahku. Aku cinta menulis.

***

Biodata Penulis

Ken Hanggara yang lahir di Sidoarjo pada tanggal 21 Juni 1991, merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara. Nama aslinya adalah Erlangga Setiawan. Ia penulis dari Surabaya. Sejak kecil, orangtuanya sering memberinya bermacam buku bacaan anak—membuatnya mencintai buku dan mampu membaca sebelum masuk taman kanak-kanak. Masa SMA, tanpa sengaja membawanya menjadi seorang yang mencintai dunia tulis-menulis. Ia menyukai gadis teman sekelasnya dan secara aneh mampu menulis berlembar puisi untuk gadis itu. Padahal sebelumnya ia tak pernah bisa menulis, bahkan satu bait puisi saja ia tak bisa. Dari situlah hobi menulisnya dimulai. Ken adalah anggota resmi Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

Merangkai Kata Sehatkan Jiwa

Oleh: Elisa Koraag

Mengungkapakan perasaan adalah salah satu upaya mencegah penyakit jiwa. Barang siapa menyimpan sendiri perasaannya, apalagi perasaan sedih dan tertekan, maka ia akan mengalami tekanan jiwa karena perasaannya sendiri. Tidak percaya? Buktikan sendiri. Manusia terlahir sebagai mahluk sosial yang mengandung arti, selalu membutuhkan orang lain dalam menjalani proses kehidupannya, semandiri apa pun orang tersebut.

Kok bisa? Ya, iyalah. Tidak ada manusia yang lahir dari dirinya sendiri. Manusia pasti dilahirkan oleh ibunya. Apakah mungkin seorang wanita hamil lalu melahirkan? Jawabnya tidak mungkin. Pasti si wanita mendapatkan bantuan dari suaminya. Begitulah proses kehidupan manusia, terlihat hebat namun tak bisa hidup sendiri.

Lalu apa gunanya seseorang di luar dirinya? Untuk berbagi, membantu, menghibur, bahkan sekadar mendengarkan. Salah satu hal yang sudah saya lakukan sejak saya kelas tiga SD, tapi baru sekitar sepuluh tahun lalu saya sadari bahwa menulis mampu memberikan kebahagiaan dan ketenangan bagi saya.

Jika saya mempunyai persoalan, baik dengan orang lain ataupun karena pemikiran saya sendiri, maka saya menulis. Saya menulis semua yang saya rasa, saya pikir, saya lihat, saya dengar, bahkan yang saya cium. Perlahan tapi pasti saya mulai menemukan pola-pola keajaiban saat merangkai kata. Awalnya hanya berupa curahan hati, keluhan, protes, ekspresi kesedihan, dan kegembiraan, tapi lama-lama ungkapan jiwa saya menjadi kisah-kisah yang menarik ketika saya membaca kembali.

Saya bukan hanya tertawa atau sedih, bukan pula mengerutkan kening. Sebaliknya, saya mendapat banyak pelajaran dari apa yang saya tulis. Saya menjadi tahu kalau saya benar atau salah saat saya menuliskannya. Bahkan saya mendapat banyak pencerahan ketika saya membaca ulang apa yang saya tulis.

Saya bisa melihat pandangan diri saya yang salah atau benar. Jika salah, saya segera memperbaiki dan bertekad tidak akan mengulangi. Sebaliknya jika itu benar, dapat dirasakan dan ditandai dari reaksi orang di sekeliling saya atas tindakan dan ucapan saya, maka saya menjaga dan berjanji melakukan yang lebih baik lagi agar tindakan dan ucapan saya benar-benar mampu memberikan kegembiraan atau contoh yang benar bagi orang-orang di sekeliling saya.

Kini, saya yakini bahwa kegiatan menulis saya mampu memberikan semangat dan rasa gembira, bukan hanya pada diri saya pribadi, tapi juga orang-orang di sekeliling saya. Oleh karenanya, tulisan-tulisan saya kini saya berikan untuk dibaca orang lain. Saya berharap mereka juga bisa mendapatkan ketenangan jiwa dengan mengungkapkan apa yang dirasa, dipikir, dilihat, dan didengar.

Dengan mengungkapkan semua itu, saya yakin banyak hal baik akan terjadi. Karena itu, saya mengajak semua orang untuk menulis. Dengan menulis kita dapat berbagi banyak hal, termasuk tentang kasih dan kedamaian. Semoga dengan menulis dan membaca tulisan orang lain, dapat tercipta dunia yang damai dan nyaman bagi kita semua.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

The Miracle of Writing

Oleh: Radindra Rahman

Berawal dari sebuah hobi, aku mencoba merangkai kata-kata itu dalam bentuk tulisan. Tak seindah karya-karya yang sudah layak muat di media memang. Bisa dibilang acakadul. Tak tahu konsep menulis yang bagus dan cerita yang berbobot. Tapi, hal itu tetap tak menghentikan hobiku dalam menulis.

Dari keseringan menulis, ribuan puisi, cerpen, dan novel sanggup aku hasilkan dalam bentuk tulisan tangan. Bahkan, membuatku berangan-angan untuk membukukannya.

Menginjak masa perkuliahan, aku mencoba menekuni dunia kepenulisan. Berbagai informasi aku cari tentang dunia kepenulisan. Intensitas menulis pun semakin bertambah. Semenjak itulah ada suatu yang “unik” saat aku menulis. Entah itu perasaan batin saat menulis, entah “kejutan” lain dari lingkungan sekitar.

Pertama, menulis itu teman curhat setia. Saat aku menulis, seolah beban batin berkurang ketika menuangkannya dalam tulisan. Sehingga unek-unek tersalurkan. Kedua, menulis membuatku lebih dihargai lingkungan sekitar. Semenjak menulis, selain banyak teman baru, orang-orang yang dulu sempat menjauh kini semakin dekat denganku. Mereka bisa menghargaiku setelah aku berkecimpung di dunia kepenulisan, apalagi setelah ada buku yang bisa aku hasilkan dari menulis.

Selain itu, keseringan menulis membuatku lebih bisa memainkan kata-kata dengan mudah, sehingga jika otak ingin merangkai kata-kata, rasanya lebih terarah. Sebenarnya masih banyak hal-hal unik atau keajaiban selama aku menekuni dunia kepenulisan. Tapi bagiku, selama berkecimpung di dunia kepenulisan membuatku lebih menemukan duniaku seutuhnya.  

***

 

 

Biodata Penulis

Radindra Rahman, lahir di Pati, 14 Agustus. Selain menulis, dia juga bekerja sebagai editor. Untuk mengenal pencinta cokelat ini bisa melalui e-mail: penaradindra@yahoo.com / alammaya42@gmail.com dan FB: Radindra Rahman II.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Menulis Mendatangkan Ketenangan Jiwa

Oleh: Marjan Anura

Semua isi hati telah aku curahkan dalam sebuah pena yang telah aku goreskan dalam kertas kosong. Inilah keajaiban menulis yang selalu membuatku tenang dalam rasa damai. Menulis membuat diriku merasa semakin lebih leluasa. Aku bisa bersikap lebih jujur dengan kondisi fisikku yang mempunyai kelainan lordosis dan penyakit Fistula Ani. Ini semua adalah anugerah dari Allah SWT. Aku mulai terjun ke dunia literasi ketika kehadiran Fistula Ani yang melekat dalam tubuhku.

Menulis aku anggap sebagai kawan terbaikku dalam suka maupun duka. Menjadi sebuah saksi kehidupan dalam kebenaran yang tak akan pernah ada dusta. Semua aku tuliskan dalam sebuah buku harian dengan rangkaian diksi yang lebih indah.

Tanpa menulis, otak ini selalu pusing, karena menulis sudah mendarah daging dalam kehidupanku. Sungguh menulis mendatangkan ketenangan jiwa yang sempurna, maka tuliskanlah semua yang ada di otakmu. Hal ini bisa membuat otak kita menjadi lebih sehat. Percayalah! Dengan menulis, kita bisa menggapai impian dalam sebuah kisah sejati. Semangatlah selalu untuk terus berpena dalam menggapai cita-cita untuk menjadi sang pemenang.

***

Biodata Penulis

Marjan Anura adalah nama pena dari Lilis Nurhalimah. Lahir di Bandung, 20 Agustus 1992. Tercatat masih kuliah di Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Bale Bandung (S1). Tulisannya berupa puisi pernah dimuat di media dan sudah menghasilkan tiga belas buku antologi dan beberapa antologinya sedang dalam proses terbit. Penulis dapat dihubungi melalui e-mail dan facebook: kim_marjan@yahoo.com

GENDAM NUSANTARA 919

Back to Top