-->

MENULIS RAPI DAN NYAMAN VERSIKU

| 2:15 PM |

 

Membingkai Kenangan lewat Tulisan

Oleh: Chastfa

Berawal dari sebuah novel yang kubaca pada usia dua belas tahun, aku mulai tersenyum dan merasa telah hidup dalam dunia yang menyenangkan. Dari situlah aku mulai menulis cerita pertamaku. Hingga terpatri dalam benakku, aku ingin menjadi seorang penulis. Namun sayang, semua itu hanyalah sebuah mimpi yang mengendap di tengah jalan. Aku mulai berlari dan melupakannya. Bukan tanpa alasan, namun karena banyaknya kesibukan yang harus kukerjakan. Semua itu bukanlah lagi jadi mimpi dan cita-citaku.

Menginjak usia tujuh belas tahun, aku seolah merasa bangun dari tidur panjangku. Melirik buku-buku diary yang sempat jadi teman setiaku. Aku memang masih menulis, tapi hanya sekadar meluapkan isi hatiku, hanya untuk kesenanganku, bukan untuk dinikmati orang lain. Di saat itu juga, aku merasa tergerak untuk menulis cerita kembali. Setelah aku membaca karya-karya dari beberapa temanku, aku mulai berpikir, kalau mereka bisa kenapa aku tidak? Dan aku pun menulis. Merangkai aksara yang sempat terhenti bertahun-tahun. Aku bertekad membangun mimpiku kembali. Menjadi seorang penulis.

            Dalam semangat itu, ternyata aku mendapat cambuk. Banyak orang di sekitarku yang mencemooh dan meremehkanku soal menulis. Sungguh saat itu aku merasa sakit. Namun setelahnya aku mulai berpikir, kenapa aku harus berhenti karena mereka? Bukankah ini mimpiku? Sepahit dan sesakit apa pun, aku harus bertahan. Aku bisa!

            Bersama waktu yang mengalir, aku mulai merasakan keajaiban itu. Dengan menulis aku merasa hidup, bercerita, mengenang masa lalu, mencurahkan isi hati, dan berbagi dengan orang lain. Menulis bukan sekadar menggores tinta, namun selalu ada sesuatu yang terasa jika telah menyelami dunia aksara. Seperti yang kurasakan, dan keajaiban itu mulai datang.

Suatu saat jika aku menua dan mulai lupa dengan cerita yang telah lalu, maka akan kubuka kembali lembaran-lembaran cerita yang pernah kutulis dahulu, semua itu akan menjadi pengingatku. Sebagai sebuah kenangan yang tak pernah hilang, tidak seperti memori otak yang terkadang kapan saja bisa melupakan. Inilah dunia baruku, menulis segala kisah dalam lembar-lembar buku menuju tercapainya mimpi-mimpiku.

***

Biodata Penulis

            Chastfa, dapat dihubungi melalui e-mail: fairylovva@yahoo.co.id, FB: Chastfa Dandelion, atau twitter: @Chastfairy

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kukagumi Catatanmu

Oleh: Victoria Alwi

            Menulis sebuah kisah nyata, yang orang akan tahu betapa tulisan itu dapat ditelaah dalam sebuah kehidupan penuh estetika. Aku tak mencari, namun kebetulan saja aku membaca catatan dari jejaring sosial gadis itu. Sepertinya gadis itu penuh cerita. Dari catatannya saja dia bisa mengungkapkan apa yang telah dijalaninya, sampai dia benar-benar membuktikan bahwa ternyata dia sama sepertiku. Nama gadis itu Victoria, sama seperti motto klub sepak bola asal Inggris yang ia ceritakan, Arsenal. Sama sepertiku, Egas pecinta Arsenal.

“Ya, sepak bola. Sejak kelas lima SD aku menyukai sepak bola. Namun, aku tak tahu dan bahkan sama sekali tak mengerti tentang istilah dalam sepak bola. Yang kutahu saat itu hanyalah Mahyadi Panggabean. Namun, sejak EURO 2008, aku mulai menyaksikan pertandingan Jerman lawan Spanyol. Nah, pada waktu itu aku menyukai sepak bola luar negeri. Jermanlah yang membuatku menyukai sepak bola dan bisa dibilang pecinta sepak bola. Tahun demi tahun berlalu, sampai akhirnya rasa cinta bolaku tumbuh dengan pesat pada 2010 saat piala dunia. Saat itu tak tahu mengapa aku suka Argentina. Oh, karena ada Messi dan Tevez. Tetapi karena Argentina kalah 4-0 lawan Jerman, akhirnya aku suka lagi sama Jerman, padahal laga sebelumnya Argentina tak terkalahkan, tetapi kesedihanku harus muncul. Saat di semifinal, Jerman harus kalah lawan Spanyol. Hal itu tak membuatku luntur untuk mencari informasi tentang sepak bola Jerman. Sampai akhirnya, aku menemukan seorang gelandang Jerman, Bastian Schweinsteiger. Itulah pemain sepak bola pertama yang aku favoritkan. Lalu, tepatnya Oktober 2010 aku menyukai seseorang yang namanya mirip pesepak bola dari salah satu klub Inggris, Arsenal. Nama orang itu mirip dengan pemain Arsenal bernomor punggung 23, Arshavin. Saat aku menyukai orang itu, aku ingin sekali bersamanya, namun tak bisa.  Sampai akhirnya pada 9 November 2010 aku bertemu dengan orang itu, tetapi ternyata dia sudah punya kekasih. Aku sedih dan malamnya aku menonton Arsenal dan seakan kesedihanku lenyap. Dan semua tak berhenti di situ aku pun mulai mencintai klub ini. Dimulai dari sejarahnya, pemainnya, pelatihnya, dan semua tentang klub ini membuatku kagum dan hanya Arsenal satu-satunya klub yang aku favoritkan. Bahkan aku pernah menangis di sekolah diledek temanku gara-gara Arsenal kalah 1-3 dari Barcelona. Karena kejahilan teman-temanku, saat aku menangis direkam menggunakan ponsel dan parahnya diunggah ke facebook. Dan itulah pertama kalinya aku menangis karena sepak bola, 9 Maret 2011. Victoria Concordia Crescit ( Kemenangan Berasal dari Keharmonisan)”

            Itulah catatan gadis pecinta Arsenal yang membuatku selalu kagum padanya atas segala karyanya. Beruntung sekali pada Oktober 2012 aku bertemu dengannya saat pertemuan seluruh pecinta Arsenal di seluruh Indonesia, ia benar-benar manis seperti apa yang pernah ia tulis. Dan pertemuan ini ternyata bukanlah semu, seperti perkenalan awalku dengannya yang hanya berperantara dunia maya. Kini aku telah mengerti, kekagumanku menjadikannya sebagai seorang penulis yang penuh dengan harapan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

The Start and the Beginning
Oleh: Shafira Bayugiri R

            Kalian boleh tertawa karena cerita konyolku. Kalian boleh menangis karena kisah jalan hidupku. Kalian boleh marah karena sikapku. Tapi aku tak akan pernah mengizinkan kalian untuk meremehkan tulisanku.

            Bukan hal yang mudah, menulis dengan batasan-batasan yang ada. Batas waktu, misalnya. Seorang penulis tidak dapat ditebak. Terkadang ide muncul begitu saja di dalam kepala, dan dengan mudahnya tertuang tanpa beban apa pun. Tapi ketika kita harus menulis dengan batasan-batasan tertentu, ide-ide yang meluap dengan sekejap hilang dari pikiran.

            Lain halnya denganku yang memulai menulis dengan setumpuk batasan yang mau tidak mau harus dipatuhi. Maka dari sinilah aku belajar. Semakin lama batasan-batasan tersebut aku kurangi. Kuputuskan untuk menuliskan apa saja yang ada di pikiranku, kapan pun dan di mana pun ke dalam sebuah buku catatan kecil untuk membantuku mengumpulkan ide-ide yang lebih baru dan mengembangkannya. Inilah awal dari kesuksesan seorang penulis, di mana batasan menjadi tantangan dalam menulis.

            Menulis berita untuk sebuah blog kecil-kecilan adalah awal dari perkembangan menulisku. Hingga kini, blog tersebut sudah semakin eksis dan sukses, ialah saksi bisu perjalanan menulisku. Cerpen-cerpen yang selama ini kuabaikan kembali kugarap dan kukirimkan untuk berbagai lomba. Gagal, namun bangkit kembali dan terus mencoba.

            Hingga akhirnya kesempatan emas itu datang. Sebuah penerbit besar mengajakku untuk menulis buku. Revisi demi revisi, catatan-catatan kecil dari sang editor yang harus aku cermati hingga tulisanku menjadi sempurna, akhirnya naskahku sudah siap untuk diolah.

            Semangatku kian menggebu setelah menjadi seorang kontributor antologi atas cerpenku yang telah berkali-kali gagal dan diubah ulang. Lomba demi lomba aku ikuti. Tak peduli kalah atau menang, asalkan semangat menulisku tidak tersia-siakan. Sekarang, aku izinkan kalian untuk tersenyum karena tulisan ini.

Kutorehkan Pemikiran dalam sebuah Tulisan

Oleh: Erlida Amnie Lubis

Banyak yang mengatakan menulis itu lebih sulit dari membaca. Faktanya, kebanyakan masyarakat sendiri pun jarang suka membaca, apalagi menulis. Ini tidak hanya terjadi bagi yang tidak mengenyam pendidikan. Yang sedang menekuni pendidikan pun banyak yang tidak menikmati. Maka tidak jarang kalau bangsa ini masih memiliki sedikit karya dalam tulisan bermutu.

Sejak mengetahui apa arti dari sebuah bacaan, menulis menjadi kebiasaanku. Setiap apa yang kubaca hampir semuanya aku buat ringkasannya dalam tulisanku. Baik buku pelajaran maupun bacaan biasa sudah menjadi lahapanku setiap hari. Sekarang, menulis sudah menjadi temanku. Baik sedih maupun senang, apa pun yang kurasakan pasti kususun dalam sebuah tulisan. Tidak perlu dalam narasi yang menyita waktu ataupun media yang khusus.  Tak jarang pula kurangkai pemikiranku dalam kertas koran bekas dan kusalin kembali dalam komputerku.

Aku menulis untuk menuangkan isi pikiranku terhadap apa yang sedang terjadi di sekitarku. Bukan hanya membuatku cerdas, tetapi aku ingin masyarakat pun ikut mengerti apa yang terjadi saat ini. Memang belum ada karyaku yang terpatri dalam sebuah buku sampai sekarang, tetapi itu bukanlah masalah. Menulis itu tidak membutuhkan sebuah pengakuan.

Menulis merupakan salah satu cara menyampaikan aspirasi kita. Setajam-tajamnya senjata seorang manusia itu adalah pena. Melalui pena, akan terangkai kata demi kata menjadi sebuah tulisan dengan kumpulan paragraf berarti. Dari tulisan, maka masyarakat akan tercerdaskan. Dengan sebuah tulisan, masyarakat akan terbiasa memahami sesuatu dan mendiskusikannya.

Jika masyarakat semakin cerdas, maka dapat dipastikan tidak ada lagi keterpurukan bagi negeri ini. Tanpa sebuah tulisan, maka tidak mungkin ada sebuah bacaan yang cerdas untuk masyarakat. Karena itu, dibutuhkan sebuah komitmen untuk menulis. Dan bukanlah hanya sekedar menulis. Tulislah setiap pemikiranmu untuk kebaikan negeri. Dan jangan pernah berhenti hingga napasmu tiada terdengar lagi.

 

 

 

 

GENDAM NUSANTARA 919

Back to Top