Deretan Kata Pembawa Irama
Kehidupan
Oleh: Dyas Kirei
Malam itu kucoba mengayunkan jemariku
pada keyboard yang selalu setia
menemaniku mengerjakan tugas-tugas kuliah. Namun kali ini berbeda. Aku tak lagi
menjamah tumpukan tugas yang ada di sampingku, melainkan mengetik sederet kata
opini untuk kukirim ke sebuah media cetak nantinya.
Pertama kucoba mengetikkan
Akhirnya satu jam kemudian, kepuasan
batinku mulai terpenuhi. Kulihat kata demi kata berjajar rapi menyatukan jiwa
satu sama lain. Dan saat itu pula,
aku mengirim mereka ke tempat di mana
seharusnya mereka berdecak memberi kabar pada seseorang. Ya, seorang editor
sebuah media cetak. Tak banyak harapanku saat itu, namun entah mengapa, hatiku
masih saja senang
melihat rangkaian itu.
Empat hari kemudian, beberapa teman
sejawatku berteriak kepadaku,
“Wah, selamat ya. Tak kusangka kau memang pandai menulis. Lain kali ajari aku
dong.” Saat itu aku masih terheran-heran kenapa beberapa dari mereka berucap
memuji kepadaku. Setelah kupastikan ternyata memang benar, tulisanku terpajang
dalam deretan kata di media cetak tersebut.
Senang rasanya mendapatkan pengalaman
berharga dari hasil tulisanku. Membuat sebuah pintu penyelaras dalam hidupku
terbuka lebar dan mempersilahkan aku masuk ke dalamnya, seakan mengajakku untuk
menapaki jalan baru melalui barisan-barisan kata yang membawakan irama baru
dalam kehidupan.
***
Biodata Penulis
FB: Dyas Kirei Setyani | Twitter: @dyasayu | E-mail:
dyahayu90@gmail.com
Kekuatan Imajinasi dalam Menulis
Oleh: Eko Hartono
Imajinasi
bagi seorang pengarang layaknya alam semesta maha luas tanpa batas. Manusia
dikaruniai kemampuan berkhayal atau berimajinasi. Kemampuan ini sangat berguna
bagi kegiatan menulis, sebab dengan imajinasi manusia bisa menembus dinding
kemustahilan. Imajinasi menumbuhkan harapan dan mimpi. Imajinasi memberi
hiburan dan pencetus semangat. Imajinasi yang tertuang dalam sebuah karya tulis
mampu mempengaruhi pembacanya hingga tumbuh rasa senang, terharu, dan kagum.
Banyak
orang yang terkesan dan mengidolakan Harry Potter, Jack Sparrow, Sherlock
Holmes, Old Sutherhand, atau tokoh fiktif lainnya. Mereka bahkan lebih terkenal
dari manusia sesungguhnya. Padahal mereka tak lebih dari hasil imajinasi
pengarang, namun sosoknya begitu merasuk ke dalam jiwa pembacanya sehingga
mereka seolah hidup. Banyak orang terinspirasi dan menjadikan tokoh fiktif itu
sebagai panutan. Jadi, betapa dahsyatnya hasil kreasi imajinasi penulis!
Apakah menulis bisa dijadikan mata
pencaharian? Dengan tegas saya katakan YA! Saya berani mengatakan demikian
karena saya sendiri telah menjalaninya. Walau bukan tergolong penulis top dan
terkenal, tapi selama lebih dua puluh
tahun menekuni kegiatan mengarang,
saya mampu memenuhi kebutuhan hidup sendiri, bahkan menghidupi keluarga dengan
seorang istri dan dua anak yang sudah remaja.
Saya
menulis cerpen, cerber, puisi, novelet, novel, drama, sinopsis ftv, skenario, dan artikel. Tulisan
saya tersebar di beberapa media
Rata-rata
dalam setahun,
saya mendapat penghasilan di atas sepuluh juta rupiah, bahkan bisa lebih bila
kebetulan mendapat kemenangan dalam kompetisi menulis. Penghasilan itu didapat
dari tulisan berupa cerpen yang dimuat di beberapa media cetak. Untuk 1 buah
cerpen,
honor yang diterima berkisar 200 ribu hingga 1 juta rupiah. Bayangkan, jika
dalam satu bulan ada 2 atau 4 cerpen dimuat di media berbeda. Hal ini bisa
terjadi karena di
Memang
tidak setiap bulan tulisan saya nampang di media cetak. Kadang dalam satu bulan
tulisan saya tidak ada yang dimuat, tapi terkadang dalam satu bulan ada
beberapa tulisan saya dimuat di media berbeda. Tapi dari gambaran di atas, kita bisa kalkulasi
berapa penghasilan kita, terlebih bila kita memenangkan beberapa lomba menulis.
Sebab, jika tulisan kita menang dalam sebuah lomba hadiah yang diterima cukup
lumayan. Minimal untuk juara harapan sebesar 1 juta rupiah. Bagaimana
kalau juara 1, 2, atau 3? Tentu saja lebih besar!
Jadi, dengan menjadi penulis, saya tidak khawatir
dengan kehidupan dan masa depan saya. Masih terbuka peluang dan kesempatan kita
mengembangkan diri. Meningkatkan pendapatan, karena media untuk menampung
tulisan kita juga makin luas, tidak hanya media cetak tapi juga elektronik.
Masih terbuka kesempatan menjadi penulis drama, penulis naskah film, penulis elevise
elevise, bahkan penulis iklan (script
writer). Jadi, tak perlu harus koprol dan bilang WOW untuk jadi penulis!
***
Biodata
Penulis
Eko Hartono dapat dihubungi melalui e-mail: eko_hartono69@yahoo.com
Berkawan
dengan Tulisan
Oleh: Yuna Pradita
Membaca dan menulis, dua hal yang tak mungkin
terpisahkan. Sejak kecil, membaca sudah menjadi rutinitas bagiku. Dari majalah
Bobo, Kuncup, Dongeng Anak, entah apa lagi buku yang pernah kubaca. Selalu
terlintas ide untuk menulis sejak kecil, tapi tak kunjung dilakukan. Dan aku mulai
menulis, tapi aku tak tahu apakah tulisanku pantas untuk disebut sebagai sebuah
tulisan.
Ketika ujian
Bahasa Indonesia sewaktu SD, selalu ada soal mengarang cerita. Lembar
mengarangku penuh dengan tulisanku. Aku tak peduli kala itu. Entah
itu bagus, runtut, atau apalah, yang
penting aku merasa sangat puas ketika melihat lembar mengarang penuh dengan
tulisanku.
Majalah dinding
menjadi sasaranku ketika aku duduk di bangku SMP. Puisi maupun cerpen,
semua kukirim ke redaksi mading sekolah. Ada rasa bahagia yang tak bisa
dijelaskan ketika teman-teman sekolah bergerombol di depan mading dan
bergantian membaca karyaku di sana.
Apalagi ketika ada yang sengaja menyapa ketika bertemu untuk sekedar berkata, “Yuna, tulisanmu bagus”. Tapi terkadang
juga ada yang sedikit “mencela”.
Semakin lama,
menulis menjadi teman setia ketika senang maupun duka. Teman curhat terbaik,
setelah Allah dan ibuku tentunya. Entah zat apa, atau mungkin lebih tepatnya
energi apa yang dialirkan ke dalam
tubuhku oleh tulisan ketika sedang menulis. Menulis bisa membuat pikiranku yang
penat menjadi santai, mengusir kesedihan,
dan menggantinya dengan ketenangan, menghajar pasukan galau dan mengubah
kegalauan itu menjadi sebuah inspirasi untuk membuat tulisan yang baru. Selamat
menulis.
***
Biodata Penulis
Yuna Pradita adalah nama pena dari Yuniati
Mahmudah. Penulis kelahiran Madiun, 26 Juni 1991 ini masih berstatus mahasiswi
jurusan S1 Matematika di Universitas Airlangga
Dunia, Aku Datang!
Oleh:
Titi Haryati
Berangkat dari latar belakang
keluarga yang pas-pasan, ternyata ikut membentuk perkembangan kepribadianku.
Aku terbiasa menghindar dari hiruk-pikuk
pergaulan dengan teman-teman karena merasa minder. Aku memilih lebih banyak
diam dan mengamati mereka dari tempatku saja. Kemudian kebiasaanku
mengamati dengan melibatkan hati sepertinya mengaktifkan elektron-elektron halusinasiku,
lalu mengajak jari-jemariku
meliuk-liuk di atas kertas mendeskripsikan apa yang ada dalam pikiranku.
Awalnya semuanya kutuangkan pada
sebuah buku yang sengaja kusiapkan sebagai ruang bagi tulisan-tulisanku. Apa pun yang kurasakan, apa pun yang kualami, apa pun yang kulihat, semuanya
kuabadikan di dalam buku tersebut. Dengan memiliki buku itu, justru aku merasa
jadi punya sahabat yang senantiasa memunculkan perasaan rindu untuk setiap saat
dekat dengannya, berbicara dengannya, atau sekedar melepaskan beban yang
membuat hati penat.
Suatu ketika, entah mengapa gejolak perasaan lain kemudian muncul. Andai
saja ada orang lain di luar diriku yang membaca tulisan-tulisan tersebut,
adakah yang mereka rasakan akan sama seperti yang juga kurasakan. Kalau betul
seperti itu, alangkah bahagianya bisa berbagi, berbagi apa saja yang dapat
membuat perasaan mengharu biru.
Maka kemudian sampailah aku pada fase
kehidupan baru.
Aku tidak ingin apa yang kupaparkan dan apa yang kurasakan kunikmati sendiri saja.
Aku ingin berbagi, aku ingin dunia juga mengetahui bahwa aku ada, aku sama
dengan mereka yang lain.
Keinginan untuk menunjukkan jati diriku tersebut
memecut semangatku untuk menulis tanpa
henti. Dan ketika perasaan itu semakin menghanyutkanku, serasa tak ada lagi
kendala yang membuatku tersendat dalam menulis, semuanya berjalan begitu saja
mengikuti alur isi hatiku. Tiba saatnya kini bagiku untuk berkata dengan
lantang tanpa minder lagi, “Dunia, ini aku, akui aku bahwa aku ada, dan aku
datang untuk berkarya!”