Dua Bulan Penuh Kejutan
Oleh: Atty Malula
“Penulis
itu bukan dilahirkan, tetapi
diciptakan. Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka
jadilah penulis." (Imam Al-Ghazali)
Sekitar dua bulan yang lalu, saya baru menggeluti
dunia tulis. Luar
biasa,
saya menemukan bakat justru di bidang penulisan. Pertama kali mengirim
naskah cerpen di sebuah
grup jejaring
sosial (facebook), cerpen saya
langsung dibedah dan mendapat like
serta komentar
terbanyak. Oleh
admin saya diberi hadiah buku. Betapa
senangnya karena itu karya perdana saya
yang mendapat kesempatan untuk dibedah.
Semenjak itu, saya semakin menyukai
dunia tulis dan bergabung di berbagai
grup. Di salah satu grup lainnya
saat itu ada pemilihan KP (Koordinator Program). Saya mengikuti dan
mencalonkan diri.
Alhamdulillah,
saya diterima.
Sampai saat ini saya masih menjadi KP.
Pada kegiatan yang lain, saya mengikuti berbagai event yang diadakan melalui on line. Menggali dan mengasah
kemampuan yang tak pernah terbayangkan, naskah FTS saya lolos dan
menjadi salah satu kontributor pada event
tersebut.
Ini adalah karya perdana saya yang diterbitkan dalam sebuah buku. Saya berbaur dengan para
penulis,
baik senior maupun pemula. Setiap
kegiatan yang bersangkutan dengan menulis saya ikuti. Kejutan lagi buat saya
mendapatkan hadiah pulsa ketika mengikuti acara bedah cerpen.
Lebih mengejutkan lagi, banyak teman yang
mengirim pesan pada inbox
saya. Bertanya
dan sharing tentang menulis. Indah, indah, dan sangat
indah. Kita
saling bertukar pengalaman dan berbagi ilmu. Luar biasa, dalam waktu yang singkat
saya bisa mengenal mereka dan menjadikan saya semakin percaya diri bahwa saya
bisa.
Seminggu yang lalu saya juga ditawari
oleh seorang teman untuk berkolaborasi menulis buku. Bagi saya ini semua adalah anugerah yang luar biasa yang
Allah berikan. Puji syukur kupanjatkan kepada-Mu, Ya Allah, dua bulan yang penuh
dengan kejutan.
***
Biodata Penulis
Nama Pena penulis
adalah: Atty Malula. Dapat dihubungi melalui facebook: Chilix’s
Chilik’s
Ada Keajaiban di Sana
Allah SWT memberikan setiap individu
kelebihan dan kekurangan yang berlainan satu sama lain. Yang membedakan
tersebut adalah terletak pada kegigihan seseorang, niat, kemauan, serta hasrat yang
menggebu disertai dengan sebuah motto: pantang menyerah.
Semula aku tak pernah mengira bahwa
di kedalaman jiwaku ada sedikit talenta tersembunyi yang tidak pernah aku asah.
Aku selalu bersandarkan pada ketidak-mampuanku menemukan ide untuk ditulis,
padahal sejak bulan Maret 2009,
aku telah mulai menggeluti sebuah bisnis on line.
Dalam bisnis on line
ini,
aku diharuskan memiliki sebuah blog. Blog
yang dengan sendirinya harus berisi posting-an.
Tanpa posting-an, maka kepemilikan blog akan sia-sia belaka.
Aku tidak tahu bagaimana mencetuskan
dengan manis dan teratur ide yang telah terkumpul dalam benakku. Aku tidak
menemukan titik awal untuk mulai menulis. Aku bingung. Namun the show must go on. Kalau
tidak mau menulis, close saja blog itu, begitu kata hatiku.
Pada awal aku mulai menulis, aku
hanya mencurahkan apa yang sedang ada dalam pikiranku. Semua
yang bergayut dalam benakku,
kutorehkan di atas keyboard komputerku. Setelah selesai aku simpan. Sengaja tidak aku
publish di blog. Keesokan harinya baru aku baca dan aku tempatkan diriku
sebagai orang lain. Di sanalah
keajaiban itu kurasakan.
Aku bisa mengkritik tulisanku sendiri.
Aku mampu mengeditnya sehingga susunan kalimatnya lebih tertata. Aku menjadi
takjub sendiri.
Ideku berkembang. Imajinasiku
berjalan. Tanpa ragu aku mengirimkan tulisanku untuk berpartisipasi dalam ajang
audisi menulis. Hasilnya? Aku keluar sebagai penulis cerpen terbaik. Keajaiban
itu terus menyeruak ke dalam sanubariku. Aku jadi addicted untuk menulis dan mengikuti berbagai audisi menulis.
Kenapa? Karena dengan begitu aku bisa tahu sampai di mana kualitas hasil
tulisanku. Tanpa berkiprah, aku akan tetap terpuruk, terpasung, dan terbelenggu. Berkat
percaya diri dan semangat yang menggebu, hingga September 2012 aku
telah menghasilkan kurang lebih dua
belas buku antologi. Alhamdulillah.
Menulis
itu Ajaib!
Oleh: Hanna
Kristina
Dulu, saya memiliki perasaan yang
tidak menyenangkan di hati
saya, baik kecewa, kesal,
marah, dan lain-lain. Tetapi saya
lampiaskan emosi saya
itu dengan menulis. Saya
menulis sesuai dengan apa yang saya
rasakan pada saat itu. Ya, layaknya menulis curahan hati saya, mirip seperti diary.
Lama-kelamaan, saya merasa menjadi orang
yang bebas setelah menulis curahan hati saya sepuas-puasnya. Wow! Inilah
keajaiban menulis! Setelah menulis curahan hati, saya berubah menjadi orang
yang lebih baik, lebih dewasa, serta mampu belajar senantiasa berpikir dan
bersikap positif. Dari menulis juga, saya bisa belajar menginstropeksi diri.
Selain itu, mampu menghilangkan rasa stres. Luar biasa khasiatnya.
Saya
semakin cinta menulis.
Karena bagi saya, kegiatan menulis itu sangat menyenangkan. Bayangkan, kita bisa
bebas berekspresi melalui tulisan-tulisan yang kita buat sendiri. Sehingga tak
heran, saya selalu meluangkan waktu untuk menulis, walaupun
ternyata ada waktu sedikit yang tersedia, itu tidaklah menjadi masalah. Dengan kata lain, menulis
adalah seorang teman yang setia bagi saya.
Di kala saya sedang emosi, menulis
bisa membantu menenangkan emosi saya menjadi lebih baik. Juga menulis bisa
menjadi teman di kala saya sedang tidak ada kegiatan atau sedang mengganggur.
Itu jauh lebih baik daripada main games
atau menonton TV dengan tayangan yang tidak mendidik.
Lama-kelamaan
juga, saya tertarik untuk belajar menulis artikel, cerita pendek (cerpen), dan
lain-lain dengan baik. Dan puji Tuhan, tulisan saya berhasil dimuat di berbagai
media.
Padahal tadinya saya hanya iseng-iseng menulis dan kemudian memberanikan diri mengirimkan
tulisannya ke media tertentu,
baik ke buletin sekolah, buletin ke gereja, koran, dan
lain-lain.
Dari hasil menulis ini, ternyata bisa
mendapatkan penghasilan tambahan. Nah, ini juga keajaiban menulis! Berkat
menulis, selain menjadi pribadi yang lebih dewasa dan positif, juga ternyata
mampu membiayai kebutuhan hidup kita.
Oleh karena itulah, saya mulai terus
mengembangkan kemampuan saya dalam menulis, karena saya menyadari inilah
potensi luar biasa yang ada dalam diri saya.
***
Biodata Penulis
Penulis bernama Hanna Kristina.
Tinggal di Bandung. Bisa dihubungi melalui e-mail
di hannakristinaz@gmail.com
Tulisanku adalah Ayah
Oleh: Dian
Santika
Jemariku
masih menari lincah di atas keyboard
berwarna hitam milik pamanku. Sebuah event
di akun facebook menjadwalkan esok
adalah hari terakhir pengumpulan naskah cerpen bertema ayah.
Satu jam berlalu, aku baru menyelesaikan sepertiga
naskahku. Untuk menghilangkan jenuh, aku membuka file musik di komputer pamanku.
Kutemukan
sebuah lagu berjudul ayah yang dinyanyikan oleh grup Peterpan. Aku putar lagu itu agar aku bisa lebih
menghayati naskah yang kubuat. Sekali, dua kali, hingga pada putaran ketiga, aku tak kuasa menahan hujan yang turun di
kedua mataku. Aku rindu ayah.
Aku
menyandarkan tubuhku di tembok. Kusapu seluruh penjuru kamar dengan
pandanganku. Di tempat ini, dulu ayah sering menceritakan dongeng kancil yang
mencuri ketimun, di tempat ini pula ayah sering meninabobokanku dengan suaranya
yang tak semerdu ibu. Tapi setelah ayah meninggal saat aku berusia empat tahun,
aku merasa kesepian dan kedinginan.
Ah,
fokus. Aku menyeka lelehan bening yang terurai di pipiku. Jika aku terus
menangis, naskahku pasti terabaikan. Kumatikan suara Ariel yang menggema
memenuhi kamar ini. Hampir dua jam jemariku tak menari selincah tadi. Write Block! Aku tak bisa meneruskan
naskah yang kubuat, sedari tadi yang kulakukan hanya mengetik lalu menghapus,
begitu seterusnya.
Aku
menutup wajahku dengan kedua tanganku, kubiarkan pikiranku tenang agar ide
kembali datang. Hening. Lalu entah halusinasiku atau bukan, aku mendengar lagu ayah yang dinyanyikan
oleh Peterpan
itu menggema lagi di kamar ini. Aku mengangkat wajahku dan kutemukan kedua
tanganku masih menutupi wajahku sedari tadi. Itu berarti bukan aku yang
menghidupkan lagu itu, lalu siapa? Tak ada orang di rumah ini selain aku
sendiri. Aneh.
Lagu
itu berputar berulang-ulang tanpa berpindah pada lagu-lagu yang lain. Mulai kuketik
lagi ide yang berangsur beterbangan di kepalaku tanpa memedulikan lagi pertanyaan siapa yang
menghidupkan lagu itu. Empat jam berlalu,
akhirnya selesai juga naskah yang kubuat. Lagu ayah masih berdendang menyayat
kesunyian di tempat ini. Aku klik option
stop dan kuakhiri nyanyian itu. Ayah memang selalu bisa aku andalkan, ayah
selalu menjadi tempat sandaranku, dan aku tahu ayah ada di sini, di hatiku.
***
Semenjak
ayah pergi, rumah ini menjadi sepi. Ah, mungkin bukan rumah ini yang
sesungguhnya sepi, tapi hatiku. Aku mulai sering menuliskan semua yang aku rasa
melalui sebuah cerpen atau sekadar
puisi. Dengan menulis,
aku tak pernah merasa kesepian. Dan ayahlah
yang pertama kali mengajariku menulis. Tulisanku adalah ayah.
***
Biodata Penulis
Nama: Dian Santika. Nama Pena: Dian Santika. Alamat: Kp. Nyalindung RT/RW 02/03, Kec.
Nyalindung, Desa. Nyalindung, Kab. Sukabumi. Jawa barat. Dapat dihubungi
melalui FB: Dian
Khayliza dan nomor handphone: 08977566070