Nothing Impossible
Oleh:
Muhammad Sidiq Pratama
Sebenarnya
aku tidak mempunyai
bakat menulis sejak kecil. Setiap disuruh bapak atau ibu guru di sekolah untuk
membuat puisi ataupun cerpen, hasilnya pasti jelek, dan selalu saja diejek
teman-teman. Sewaktu SMA kelas XI, aku sangat aktif di jejaring sosial, yaitu
di facebook.
Akhirnya aku pun mengikuti perlombaan
itu. Saat pengumuman siapa saja naskah yang lolos, aku sangat berharap naskah
yang kukirim tertera pada pengumuman itu, tetapi nyatanya aku tidak lolos. Aku
tidak menyerah di situ. Setiap hari aku mencari dan mencari perlombaan menulis
yang diadakan di jejaring sosial, dari perlombaan menulis cerpen, flash true story, kartu ucapan, puisi,
hingga novel, dan aku pun mengikuti perlombaan-perlombaan itu, walaupun aku
menyadari, sudah puluhan kali naskahku tidak pernah lolos satu pun dari
perlombaan tersebut.
Hingga
pada akhirnya, aku membeli sebuah buku “Cara menjadi seorang penulis
profesional”, aku selalu membawa buku itu ke mana pun aku pergi, bahkan saat
aku sedang bersama kekasihku. Berhari-hari kupahami cara-cara menjadi penulis
dari buku itu. Kembali aku mencari lomba-lomba di jejaring sosial, ada lomba
menulis cerpen.
Saat itu temanya “Penantian”,
tanpa berpikir lama aku langsung membuat naskahnya dan langsung mengirimkan
naskahku itu kepada penyelenggara.
Tiba
saatnya hari pengumuman naskah cerpen yang lolos, kembali aku berharap dan
berdoa agar naskkahku lolos. Yeees...!! Aku
melompat karena senang untuk pertama kalinya naskah cerpen buatanku dinyatakan
LOLOS oleh penyelenggara.
Akhirnya
aku pun bisa membuktikan pada teman-teman dengan bukti sebuah buku kumpulan cerpen
yang salah satunya adalah buatanku, ditambah sertifikat yang diberikan
penyelenggara. Ternyata benar kata orang, tidak ada yang tidak mungkin jika
niat kita baik dan kita mau berusaha sekaligus berdoa.
Aku
Menulis, maka Aku Eksis
Oleh: Viny Alfiyah
Puluhan mungkin
lebih, definisi dari kata “menulis” dapat ditemukan,
tetapi bagi saya, menulis adalah sebuah hal yang unik dan baik. Dikatakan unik
karena hasil karya seorang penulis yang satu dengan yang lain pasti berbeda dan
memiliki karakter serta
Pernah dalam suatu
buku tips menulis, saya membaca suatu ungkapan yang menurut saya sarat makna,
yaitu ungkapan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang berkata, “Kemuliaan seseorang itu terletak
pada penanya”. Dari ungkapan
tersebut, dapat ditafsirkan bahwa kemuliaan kita
bergantung pada apa yang kita tulis di buku catatan amalan kita. Dengan
kata lain kita sendirilah yang menjadi pena yang menulis sejarah hidup kita.
Lagipula, menurut hemat saya, seseorang yang menulis adalah orang yang berilmu,
karena tidak mungkin seorang penulis menuliskan apa yang tidak ia ketahui.
Banyak keajaiban
dan nikmat yang saya rasakan saat menulis. Di antaranya mendapatkan banyak
teman baru, baik sesama penulis ataupun pembaca. Selain memanjangkan tali
silaturahmi, juga memperbanyak rezeki dan ilmu pengetahuan. Hal lainnya adalah
saya menjadi cukup terkenal, terutama di sekolah.
Setelah tulisan-tulisan
saya dimuat di koran regional paling laris di Jawa Barat, saya yang awalnya
menjadi siswa “biasa saja” mulai dikenal orang. Apalagi setelah tulisan saya
itu dipajang di mading utama yang terletak di lobi sekolah, dengan ditempeli
foto, nama, dan asal kelas saya. Jadi, siapa pun yang lewat ke lobi sekolah,
maka akan melihat karya saya numpang mejeng di
Tetapi ada hal
yang lebih penting dari itu semua, yaitu saat kedua orangtua saya membaca
tulisan saya di media
Biarkan
Saja Pena Menari
Oleh:
Bondan Al-Bakasiy
Sebuah fanspage bernama “Punten Pantun” sebenarnya kubuat hanya iseng
saja. Sekadar menyalurkan hobiku dalam berpantun ria. Ternyata fanspage
ini yang menjadi awal mula tergelincirnya diriku ke dalam sebuah dunia baru,
yaitu dunia literasi.
Salah seorang temanku yang menjadi ‘jempolers’
Punten Pantun, mengajakku untuk mengikuti event
menulis cerpen dan puisi. Awalnya aku menolak dengan alasan yang sederhana
saja, “Maaf, saya tidak punya bakat.” Namun, ia tetap memaksa dan bersikukuh
bahwa ada bakat terpendam yang bahkan aku sendiri tidak menyadarinya.
Akhirnya aku mencoba untuk
mengikutinya dengan perasaan terpaksa. Naskah cerpen dan puisi yang kubuat
hanya terkesan biasa saja. Bahkan Ejaan yang Disempurnakan (EyD),
Aku mencoba untuk melupakan naskah
cerpen dan puisi yang kukirim. Tak sanggup rasanya jika harus berharap banyak.
Aku takut akan menjadi pungguk yang merindukan bulan. Namun, satu bulan
kemudian ada kabar gembira yang datang. Ternyata cerpen dan puisiku berhasil
menjadi salah satu kontributor. Naskahku akan dibukukan bersama para pemenang
dan kontributor lainnya. Alhamdulillah.
Singkat cerita, keberhasilan ini
membuat pikiranku terhadap dunia literasi berubah 180 derajat. Aku baru sadar
bahwa ternyata diriku memang mempunyai bakat menulis selain pantun. Semakin
sering sudah kubiarkan pena menari dengan lincah.
Banyak manfaat yang bisa kupetik
setelah berkecimpung di dalam dunia literasi. Aku dapat berbagi kelindan
kebaikan lewat tulisan. Selain itu, aku mendapatkan banyak teman penulis yang
jumlahnya ratusan. Memang aku hanya sempat bersua dengan mereka melalui dunia
maya. Namun, aku yakin sepenuhnya bahwa persahabatan kami adalah sesuatu yang
nyata. Salam keajaiban menulis!
Burung beo burung kenari
Bersiul
merdu di pucuk meranti
Biarkan
saja pena menari
Dan
lihat saja hasilnya nanti
***
Biodata
Penulis
Bondan Al-Bakasiy adalah nama pena
dari Bayu Rhamadani Wicaksono. Alhamdulillah,
penulis berkacamata ini telah bekerja di Badan Pusat Statistik (BPS). Karya-karyanya dapat dinikmati di buku
antologi cerpen Kami (Tak Butuh) Kartini
Indonesia, Eulogi Bertasbih, Romansa Telaga Senja, serta buku antologi
puisi Selayang Pesan Penghambaan dan Parade Senja.
Beberapa
prestasi menulis yang telah diraih, antara lain Juara 1 Mini Artikel Kisah Klasik Hape Jadul Sesion 2&3,
Juara 1 FF Cinta Pocong dan Kunti,
Juara 1 Kata Mutiara When I Miss You,
Juara 1 FF dan Juara 2 Puisi Event
Mingguan Antologi Es Campur, serta Juara 2 FTS Ketika Penulis Kebelet Nikah.
Menulis Menumbuhkan Semangat
Belajar
Oleh: Andik Chefasa
Akhir-akhir ini, kutemukan dunia baru
yang selama ini belum pernah kutekuni. Dunia baru yang membuatku bersemangat
lagi untuk terus belajar dan belajar, meski aku hanya seorang petani. Dunia
baru itu adalah dunia kepenulisan.
Berawal dari sebuah info lomba
menulis yang kudapat dari catatan akun FB seorang teman, aku tertarik dan mulai
rajin mengikuti lomba demi lomba menulis. Ketika naskahku tidak lolos saat
pengumuman, kecewa itu ada, lalu introspeksi diri hingga semangat itu
menyala-nyala lagi menjadi sebuah tanggung jawab yang besar untuk belajar dan
belajar. Akhirnya Tuhan mengapresiasi usaha dan semangatku selama ini. Namaku
tercantum sebagai kontributor di beberapa antologi, ada juga yang menjadi
terbaik kedua di salah satu kompetisi.
Menulis itu ajaib buatku, karena aku
tak pernah lelah dengan segala keterbatasan yang kumiliki. Untuk mengirim
naskah saja, aku harus melewati hutan jati sejauh 5 km. Jalanan yang menanjak
dan curam, dengan sisa-sisa tenaga sehabis mencangkul di sawah seharian masih
saja kupacu motor bututku untuk sampai di sebuah warnet. Bermodal dua ribu
rupiah. Bahkan, terkadang hanya bengong melihat DL lomba yang lewat begitu saja
karena dompet sudah kosong. Tinggal di pegunungan memang punya banyak
keterbatasan. Ajaib! Aku tak patah semangat dengan kondisi seperti itu.
Menulis bagiku adalah belajar tanpa
henti, karena aku menjadi sadar bahwa banyak hal dalam hidup ini yang belum
kuketahui. Setiap kali menulis sebuah cerita, aku membutuhkan referensi tentang
tema yang telah ditentukan. Semakin sering aku menulis, semakin besar
semangatku untuk terus belajar.
Aku juga ingin menulis seribu puisi
tentang petani, biar pun
harus 4 atau 10 jilid. Bukankah petani juga berhak diapresiasi? Bukankah nasi
yang terhidang di meja makan itu hasil jerih payah petani? Karena aku telah
merasakan susah senangnya hidup sebagai petani, akan kutulis seribu puisi untuk
sahabat-sahabatku sesama petani. Semoga cepat terwujud. Amin. Salam keajaiban
menulis.
***
Biodata
Penulis
Andik Chefasa adalah nama pena dari Andik Trio Widodo.
Lahir di Nganjuk-Jawa Timur pada tanggal 23 September 1984. Sampai saat ini
tinggal di Nganjuk. Petani yang suka membaca dan belajar menulis ini bisa
dihubungi di FB: Andik Chefasa dan e-mail:
andikt74@gmail.com