-->

IMPIAN JADI PENULIS TERWUJUD

| 2:18 PM |

 

Nothing Impossible

Oleh: Muhammad Sidiq Pratama

            Sebenarnya aku tidak mempunyai bakat menulis sejak kecil. Setiap disuruh bapak atau ibu guru di sekolah untuk membuat puisi ataupun cerpen, hasilnya pasti jelek, dan selalu saja diejek teman-teman. Sewaktu SMA kelas XI, aku sangat aktif di jejaring sosial, yaitu di facebook. Ada yang menandaiku di catatannya, ternyata itu adalah lomba menulis cerpen, sesuatu yang aku tak suka dari dulu, tapi di dalam hati, aku ingin membuktikan kepada teman-teman bahwa aku bisa menulis cerpen.

Akhirnya aku pun mengikuti perlombaan itu. Saat pengumuman siapa saja naskah yang lolos, aku sangat berharap naskah yang kukirim tertera pada pengumuman itu, tetapi nyatanya aku tidak lolos. Aku tidak menyerah di situ. Setiap hari aku mencari dan mencari perlombaan menulis yang diadakan di jejaring sosial, dari perlombaan menulis cerpen, flash true story, kartu ucapan, puisi, hingga novel, dan aku pun mengikuti perlombaan-perlombaan itu, walaupun aku menyadari, sudah puluhan kali naskahku tidak pernah lolos satu pun dari perlombaan tersebut.

            Hingga pada akhirnya, aku membeli sebuah buku “Cara menjadi seorang penulis profesional”, aku selalu membawa buku itu ke mana pun aku pergi, bahkan saat aku sedang bersama kekasihku. Berhari-hari kupahami cara-cara menjadi penulis dari buku itu. Kembali aku mencari lomba-lomba di jejaring sosial, ada lomba menulis cerpen. Saat itu temanya “Penantian”, tanpa berpikir lama aku langsung membuat naskahnya dan langsung mengirimkan naskahku itu kepada penyelenggara.

            Tiba saatnya hari pengumuman naskah cerpen yang lolos, kembali aku berharap dan berdoa agar naskkahku lolos. Yeees...!! Aku melompat karena senang untuk pertama kalinya naskah cerpen buatanku dinyatakan LOLOS oleh penyelenggara.

            Akhirnya aku pun bisa membuktikan pada teman-teman dengan bukti sebuah buku kumpulan cerpen yang salah satunya adalah buatanku, ditambah sertifikat yang diberikan penyelenggara. Ternyata benar kata orang, tidak ada yang tidak mungkin jika niat kita baik dan kita mau berusaha sekaligus berdoa.

Aku Menulis, maka Aku Eksis

Oleh: Viny Alfiyah

Puluhan mungkin lebih, definisi dari kata “menulis” dapat ditemukan, tetapi bagi saya, menulis adalah sebuah hal yang unik dan baik. Dikatakan unik karena hasil karya seorang penulis yang satu dengan yang lain pasti berbeda dan memiliki karakter serta gaya menulis tersendiri. Disebut baik karena dengan menulis dapat memperkaya pengetahuan dan wawasan orang lain, dalam hal ini pembaca.

Pernah dalam suatu buku tips menulis, saya membaca suatu ungkapan yang menurut saya sarat makna, yaitu ungkapan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang berkata, “Kemuliaan seseorang itu terletak pada penanya”. Dari ungkapan tersebut, dapat ditafsirkan bahwa kemuliaan kita bergantung pada apa yang kita tulis di buku catatan amalan kita. Dengan kata lain kita sendirilah yang menjadi pena yang menulis sejarah hidup kita. Lagipula, menurut hemat saya, seseorang yang menulis adalah orang yang berilmu, karena tidak mungkin seorang penulis menuliskan apa yang tidak ia ketahui.

Banyak keajaiban dan nikmat yang saya rasakan saat menulis. Di antaranya mendapatkan banyak teman baru, baik sesama penulis ataupun pembaca. Selain memanjangkan tali silaturahmi, juga memperbanyak rezeki dan ilmu pengetahuan. Hal lainnya adalah saya menjadi cukup terkenal, terutama di sekolah.

Setelah tulisan-tulisan saya dimuat di koran regional paling laris di Jawa Barat, saya yang awalnya menjadi siswa “biasa saja” mulai dikenal orang. Apalagi setelah tulisan saya itu dipajang di mading utama yang terletak di lobi sekolah, dengan ditempeli foto, nama, dan asal kelas saya. Jadi, siapa pun yang lewat ke lobi sekolah, maka akan melihat karya saya numpang mejeng di sana.

Tetapi ada hal yang lebih penting dari itu semua, yaitu saat kedua orangtua saya membaca tulisan saya di media massa, setidaknya saya telah memberikan sedikit hiburan pada mereka bahwa apa yang telah mereka berikan pada saya selama ini tidaklah sia-sia belaka. Dan saya berharap hal tersebut dapat membuat mereka sedikit bangga dan bahagia. Terakhir, bagi saya pribadi, menulis itu adalah suatu bentuk ekspresi diri saya, eksistensi diri saya. Jika Rene Descrates mengatakan, “Aku berpikir, maka aku ada”, menurut saya, “Aku menulis, maka aku eksis”.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Biarkan Saja Pena Menari

Oleh: Bondan Al-Bakasiy

Sebuah fanspage bernama “Punten Pantun” sebenarnya kubuat hanya iseng saja. Sekadar menyalurkan hobiku dalam berpantun ria. Ternyata  fanspage ini yang menjadi awal mula tergelincirnya diriku ke dalam sebuah dunia baru, yaitu dunia literasi.

Salah seorang temanku yang menjadi ‘jempolers’ Punten Pantun, mengajakku untuk mengikuti event menulis cerpen dan puisi. Awalnya aku menolak dengan alasan yang sederhana saja, “Maaf, saya tidak punya bakat.” Namun, ia tetap memaksa dan bersikukuh bahwa ada bakat terpendam yang bahkan aku sendiri tidak menyadarinya.

Akhirnya aku mencoba untuk mengikutinya dengan perasaan terpaksa. Naskah cerpen dan puisi yang kubuat hanya terkesan biasa saja. Bahkan Ejaan yang Disempurnakan (EyD), gaya bahasa, dan penokohan tidak sesuai dengan harapan. Tetapi tak apalah, toh niatku bukan untuk menjadi kontributor apalagi juara, pikirku. Kuanggap saja sebagai bentuk rasa menghargai persahabatan dua insan manusia.

Aku mencoba untuk melupakan naskah cerpen dan puisi yang kukirim. Tak sanggup rasanya jika harus berharap banyak. Aku takut akan menjadi pungguk yang merindukan bulan. Namun, satu bulan kemudian ada kabar gembira yang datang. Ternyata cerpen dan puisiku berhasil menjadi salah satu kontributor. Naskahku akan dibukukan bersama para pemenang dan kontributor lainnya. Alhamdulillah.

Singkat cerita, keberhasilan ini membuat pikiranku terhadap dunia literasi berubah 180 derajat. Aku baru sadar bahwa ternyata diriku memang mempunyai bakat menulis selain pantun. Semakin sering sudah kubiarkan pena menari dengan lincah.

Banyak manfaat yang bisa kupetik setelah berkecimpung di dalam dunia literasi. Aku dapat berbagi kelindan kebaikan lewat tulisan. Selain itu, aku mendapatkan banyak teman penulis yang jumlahnya ratusan. Memang aku hanya sempat bersua dengan mereka melalui dunia maya. Namun, aku yakin sepenuhnya bahwa persahabatan kami adalah sesuatu yang nyata. Salam keajaiban menulis! 

       

Burung beo burung kenari

Bersiul merdu di pucuk meranti

Biarkan saja pena menari

Dan lihat saja hasilnya nanti

***

Biodata Penulis

Bondan Al-Bakasiy adalah nama pena dari Bayu Rhamadani Wicaksono. Alhamdulillah, penulis berkacamata ini telah bekerja di Badan Pusat Statistik (BPS).  Karya-karyanya dapat dinikmati di buku antologi cerpen Kami (Tak Butuh) Kartini Indonesia, Eulogi Bertasbih, Romansa Telaga Senja, serta buku antologi puisi Selayang Pesan Penghambaan dan Parade Senja.

Beberapa prestasi menulis yang telah diraih, antara lain Juara 1 Mini Artikel Kisah Klasik Hape Jadul Sesion 2&3, Juara 1 FF Cinta Pocong dan Kunti, Juara 1 Kata Mutiara When I Miss You, Juara 1 FF dan Juara 2 Puisi Event Mingguan Antologi Es Campur, serta Juara 2 FTS Ketika Penulis Kebelet Nikah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Menulis Menumbuhkan Semangat Belajar

Oleh: Andik Chefasa

Akhir-akhir ini, kutemukan dunia baru yang selama ini belum pernah kutekuni. Dunia baru yang membuatku bersemangat lagi untuk terus belajar dan belajar, meski aku hanya seorang petani. Dunia baru itu adalah dunia kepenulisan.

Berawal dari sebuah info lomba menulis yang kudapat dari catatan akun FB seorang teman, aku tertarik dan mulai rajin mengikuti lomba demi lomba menulis. Ketika naskahku tidak lolos saat pengumuman, kecewa itu ada, lalu introspeksi diri hingga semangat itu menyala-nyala lagi menjadi sebuah tanggung jawab yang besar untuk belajar dan belajar. Akhirnya Tuhan mengapresiasi usaha dan semangatku selama ini. Namaku tercantum sebagai kontributor di beberapa antologi, ada juga yang menjadi terbaik kedua di salah satu kompetisi.

Menulis itu ajaib buatku, karena aku tak pernah lelah dengan segala keterbatasan yang kumiliki. Untuk mengirim naskah saja, aku harus melewati hutan jati sejauh 5 km. Jalanan yang menanjak dan curam, dengan sisa-sisa tenaga sehabis mencangkul di sawah seharian masih saja kupacu motor bututku untuk sampai di sebuah warnet. Bermodal dua ribu rupiah. Bahkan, terkadang hanya bengong melihat DL lomba yang lewat begitu saja karena dompet sudah kosong. Tinggal di pegunungan memang punya banyak keterbatasan. Ajaib! Aku tak patah semangat dengan kondisi seperti itu.

Menulis bagiku adalah belajar tanpa henti, karena aku menjadi sadar bahwa banyak hal dalam hidup ini yang belum kuketahui. Setiap kali menulis sebuah cerita, aku membutuhkan referensi tentang tema yang telah ditentukan. Semakin sering aku menulis, semakin besar semangatku untuk terus belajar.

Aku juga ingin menulis seribu puisi tentang petani, biar pun harus 4 atau 10 jilid. Bukankah petani juga berhak diapresiasi? Bukankah nasi yang terhidang di meja makan itu hasil jerih payah petani? Karena aku telah merasakan susah senangnya hidup sebagai petani, akan kutulis seribu puisi untuk sahabat-sahabatku sesama petani. Semoga cepat terwujud. Amin. Salam keajaiban menulis.

***

Biodata Penulis

Andik Chefasa adalah nama pena dari Andik Trio Widodo. Lahir di Nganjuk-Jawa Timur pada tanggal 23 September 1984. Sampai saat ini tinggal di Nganjuk. Petani yang suka membaca dan belajar menulis ini bisa dihubungi di FB: Andik Chefasa dan e-mail: andikt74@gmail.com

 

GENDAM NUSANTARA 919

Back to Top