“Kata
orang hidup itu pilihan. Tapi terkadang yang kita pilih justru seringkali tak
sesuai dengan apa yang kita harapkan. Justru jalan hidup membawa kita pada
sesuatu yang sama sekali tidak pernah ada dalam pikiran kita bahkan
membayangkannya sekali pun tidak pernah. Yah, itulah hidup semuanya sudah ada
yang mengatur. Tuhan lah dibalik semua kejadian yang terjadi pada diri kita.
Dia telah mengaturnya dengan alur yang sangat menarik agar menjadi sebuah
cerita yang sangat indah. Tugas kita hanyalah bersyukur dan tetap berusaha
melakukan yang terbaik.”
Malam ini sungguh tak seperti malam-malam biasa. Tak
ada satupun bintang yang berani menampakkan diri dari langit. Hanya derairan
air yang jatuh menyelimuti bumi. Aku terpaku menyaksikan kekuasaan Tuhan,
Subhanaallah. . tiba-tiba pikiranku terbang ke dalam masa laluku. Aku tak kuasa
menahan air mata menerawang kisah yang selalu ku ingat. Tentang jalan hidupku
yang membawaku kesini. Sahabat-sahabatku, semuanya masih tersimpan rapi di
memori.
***************************************************************************
Hari
ini adalah hari yang sangat istimewa untukku. Pagi yang sangat cerah untuk
jiwaku yang sedang dilanda kegelisahan. Rasanya jantungku seperti mau copot
detakannya tidak karuan seolah berlomba dengan suara jam dinding rumahku.
“Bagaimana
El sudah siapkah?” suara ibu mengagetkanku. Aku terperanjat dan menatapnya
dengan tubuh gemetaran. Mungkin ibuku tahu apa yang sedang kurasakan saat ini.
Di dekapnya tubuh mungilku ini dengan penuh kehangatan. Tak ingin rasanya ku
melepas dekapan itu namun waktu tak pernah bisa diajak berkompromi. “Sudah ayo
kita berangkat biar nanti enggak terlambat” ucap ibu. Aku pun meluruskan rok
berwarna biruku agar terlihat sedikit rapi.
Letak
sekolahku tidak begitu jauh dengan rumahku. Mungkin hanya 20 menit saja tapi
itu jika aku bersepeda. Aku dan ibuku ke sekolah berandalkan angkota. Hidupku
berbeda dengan teman-teman sekolahku lainnya. Mereka bisa mendapatkan apa yang
diinginkannnya tanpa harus menunggu terlalu lama.Namun semua itu tidak
menyurutkan semangatku untuk mencari ilmu dan menggapai cita. Perjalananku kali
ini terasa sangat begitu cepat. Seakan-akan hanya hitungan detik aku duduk.
Gerbang sekolah sudah berada di depan mata. Ya Tuhan. . . aku belum siap
tolonglah hambamu ini. Keringat dingin pun bercucuran ketika kakiku mulai
menginjak ruang kelas yang aku tinggali selama ini.
“Ellena
. . . sini duduk di depanku saja.” bujuk Cella sahabat baikku yang selalu ada
buatku. Aku pun hanya bisa tersenyum melihatnya dan menuruti apa yang ia
katakan.
Kini
tiba saatnya yang ditunggu telah tiba. Pengumuman mengenai hasil Ujian Nasional
telah diberikan kepada wali murid dalam sebuah amplop. Ibu pun telah memegang
sepucuk amplop putih yang tertera namaku. Tatkala ibu menyobek amplop itu aku
tak kuasa melihatnya, aku hanya bisa berdoa semoga hasil yang ku peroleh tidak
mengecewakan.
“Alhamdulillah.
. . El kamu lulus.” ucap ibu dengan penuh kebahagian. Senang sekali hati ini
mendengarnya. Syukur pun tak lupa aku ucapkan kepada Tuhan. Ucapan selamat
menggema di mulut manisku ini teruntuk sahabat dan teman-temanku semua. Aku
pulang membawa kabar gembira untuk keluarga di rumah.
**
Hari
ini ku bangun pagi sekali. Perasaan gembira masih manyelimutiku. Tak lupa ku
tunaikan kewajibanku kepada Tuhan dengan penuh rasa syukur. Lalu ku bantu ibu
menyiapkan sarapan dengan senyum yang selalu mengembang di wajahku. “Aduh. . .
senangnya anak ibu yang satu ini. Jangan lupa nanti bekal yang di atas meja
dibawa sekalian temennya dikasih ingat jangan dimakan sendiri ya.” kata ibu
panjang lebar.
“Siaaap.”
ku angkat tanganku di samping alis disertai senyuman termanisku ku berikan
kepada ibu di pagi hari.
Tak
terasa waktu berjalan begitu cepat. Waktu pun menunjukkan pukul 07.00 WIB. Hari
ini tidak seperti biasanya kegiatan dimulai pada jam 08.00 WIB. Aku pun mulai
bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ku ayunkan kakiku menelusuri jalanan kota
ditemani sepada kesayanganku. Begitu riangnya hati ku lihat sekeliling jalan
sungguh sangat indah kota ini.
Sesampainya
di ruang kelas ku lihat teman-temanku sudah berada disana dengan wajah yang
sungguh sangat merona bercanda ria dengan teman segerombolannya.
“Ellena.
. . sini duduk di sampingku nanti ku ceritakan sesuatu padamu.” suara Renata
menyambut kedatanganku. Aku pun langsung duduk di samping sahabatku itu. Dia
mulai bercerita panjang lebar kesana kemari. Aku pun hanya jadi pendengar
setianya.
“Hai
El. . hai Ren. .” ucap Cella bersamaan dengan munculnya Ardi secara tiba-tiba.
“Ya
ampun kalian ini. Untung saja jantungku masih normal coba saja kalo tidak pasti
sudah ada sepatu yang melayang.” jawab Renata. Semua pun tertawa mendengarnya.
“Oh
iya sampe lupa ini ada bekal dari ibu untuk kalian. Ayo dimakan sama-sama.”
kataku pada mereka. Kami pun menikmati bekal yang dibuat oleh ibu. “hmmmmm enak
sekali. Ucapkan terimakasih ya pada ibumu, lain kali yang banyak ya, hehe.”
cetus Ardi dengan senyuman andalannya yang membuat para wanita takluk padanya.
“Eh
ngomong-ngomong besok kalian mau lanjut sekolah kemana teman-teman? Kalo aku
sih kayaknya di SMA aja.” tanya Cella.
“Aku
juga mau kesana Cel.” kata Renata
“ah
alasan. Bilang aja kalo kamu pengen sama aku terus, iya kan iya kan.” canda
Cella.
“Idih
geer sekali kau. Mendingan tuh ikut Ardi daripada ngikutin kamu.” ucap Renata.
“oh
gitu. Jadi selama ini kamu sama Ardi ada sesuatu yaa. . .tega sekali kau sama
aku.” kata Cella dengan menirukan gaya sinetron yang sering ditontonnya.
“Hahaha.
. . yeeeh pada ketauan nih kalo kalian diam-diam suka sama aku. Tapi sayang,
aku maunya ke SMK saja. Aku ingin mendalami hobiku, siapa tahu nanti aku bisa
merakit pesawat terbang untuk Indonesia.” ucap Ardi.
“Tuh
kan si Ardi pedenya kambuh lagi. . . kalo kamu mau kemana El?” tanya Renata.
“eeemmm
kalo aku sama kayak Ardi pengennya ke SMK saja biar nanti kalo lulus langsung
kerja buat bantu orang tua. Aku enggak mau nyusahin mereka terus. Aku pengen
mandiri. Lagian kakakku juga lulusan dari sana.” Jawabku dengan penuh
keyakinan.
“Yaah,
kita pisah dong. Pasti nanti aku kangen banget sama kalian semua.” ucap Cella
dengan wajah yang lesu.
“Udah
enggak usah lemes gitu. Dimana pun kita nanti lanjut sekolah itu enggak
masalah, kalian kan bisa main ke rumahku. Atau nanti kita bisa janjian keluar
bareng.” kata Ardi.
“Iya.
Betul tuh kata Ardi. Kalo takdir mempertemukan kita pasti nanti kita akan
bertemu. Percaya deh.” Ucapku.
Tiba-tiba
semua terdiam. Pembicaraan kami pun terhenti.
**
Hari
berlalu begitu cepat. Tak terasa jika ternyata sudah satu minggu aku tak
bertemu dengan sahabat-sahabatku. Mereka pasti sedang sibuk mencari sekolah.
Hari
ini adalah hari pertamaku untuk mengikuti ujian tulis masuk sekolah yang ku
tuju. Hati ini begitu gundah memikirkan hal-hal yang mungkin terjadi padaku.
Dalam hati aku berkata “Ya. , aku harus semangat dan tidak boleh putus asa. Aku
akan berjuang untuk masuk ke sekolah itu. Aku pasti bisa.”
Ku
kayuh sepeda dengan penuh semangat walaupun matahari tepat di atas kepalaku.
Menjadi orang asing di keramaian sungguh menyebalkan. Aku hanya bisa melihat
orang yang mondar-mandir lewat di depanku.
Bel
telah berbunyi dan aku pun memasuki ruangan. Jantung ini terus berdegup kencang
tatkala soal mulai dibagikan. Tak lupa ku panjatkan doa sebelum mengerjakan
soal. “Bismillah, semoga hari aku mendapat kemudahan dan kelancaran dari-Nya”
kataku dalam hati.
Bel
berbunyi pertanda waktu telah habis. Aku pun keluar dengan badan gemetar. Lalu
ku ambil sepeda. Ingin rasanya aku cepat sampai di rumah.
**
Hari
berikutnya adalah hari dimana aku nanti menghadapi ujian kedua. Ujian ini
berbeda dari ujian sebelumnya. Wawancara menggunakan bahasa inggris, Tuhan. . .
Engkau tahu kemampuan hamba seperti apa. Aku tak bisa berbicara bahasa inggris.
Aku berharap semoga Engkau senantiasa melancarkan hari ku.
Ku
lihat banyak anak yang diantar oleh sanak saudara bahkan diantar orangtua mereka.
Sebenarnya aku ingin sekali ditemani. “Ellena jangan sedih. Allah selalu
bersamamu di setiap hembusan nafas jadi enggak perlu sedih.” Bisikan hati
kecilku ini. Lalu aku sadar dengan semuanya. Astagfirullah, ampuni aku Tuhan. .
Maafkanlah aku.
Kini
tiba saatnya giliranku. Keringat dingin bercucuran. Dengan Bismillah, ku
langkahkan kaki pasrahkan diri kepada Illahi. Semoga hasilnya nanti seperti apa
yang ku inginkan.
**
Hari
terus berganti hari, hanya sebait doa yang selalu aku naungkan.
Sabahat-sahabatku Cella, Renata dan Ardi sudah menjadi bagian dari sekolah yang
selama ini meraeka idam-idamkan. Aku senang mendengar kabar bahagia itu.
Meskipun aku masih bergulat dengan teman yang menjadi sainganku. Sudah tak
sabar rasanya ku ingin melihat namaku tercantum di papan.
Akhirnya
waktu yang ku nanti-nantikan telah tiba. Ku kayuh sepeda tua ku dengan tergesa
dan penuh semangat. Meskipun terik matahari tepat berada di atas kepalaku aku
tak perduli yang penting aku cepat sampai di sana.
Sesampainya
di sekolah aku terpaku melihat keadaan sekitar. Sudah ada banyak orang yang
mungkin juga tidak sabar menunggu hasilnya. Tak ada seorangpun yang aku kenal
tak ada yang mengetahui keberadaanku di sini. Tak ada yang menemani. Aku hanya
terdiam seraya berdoa memohon agar nanti hasil yang ku peroleh sesuai harapan
keluargaku. Lama sekali aku menunggu detik, menit bahkan jam pun telah berlalu
tapi hasil itu pun tak kunjung dilayangkan.
“Eh
hasilnya terpajang di lapangan belakang sekolah.” teriak salah satu siswa.
Semuanya berlari dengan tergesa-gesa menuju lapangan belakang sekolah tak
terkecuali juga aku. Aku berlari sekuat tenaga sampai-sampai tubuh ini
terpental menabrak seseorang yang tak ku kenal. Semua orang mengerumuni sebuah
papan yang sangat panjang. Terik matahari sangat menyengat kulitku namun ku
tetap berusaha untuk melihat namaku di papan tersebut. Badanku yang kecil ini
tak mampu menembus tubuh orang yang mengelilingi papan. Braaak.. Aku pun jatuh
tersungkur. Tak ada seorang pun yang memperdulikanku.
Akhirnya
satu persatu orang mulai meninggalkan papan pengumuman. Ucap syukur ku
panjatkan karena tak perlu lagi ku berdesak-desakan dengan orang-orang. Ku
letakkan jemariku menelusuri setiap nama yag ada di sana. Tapi mana namaku. .ya
Allah. Badan ku lemas seketika dan serasa nafas ini berhenti. Tuhaaan. . . .
Ku
teliti lagi setiap lembar nama-nama berharap namaku terlewati. Ini namaku ya
benar ini memang namaku. Senang sekali ternyata ada namaku disana tapi. . . aku
berada di kolom nama yang terdaftar sebagai siswa cadangan.
“Aku
tak boleh menyerah dan jangan putus asa. Ini masih awal. Semangat semangat.” ku
semangati diriku sendiri tuk mengusir rasa sedih di hati.
Terimakasih
ya Allah, engkau masih membuka jalanku. Tak apalah aku jadi yang kedua aku akan
tetap berusaha sekuat tenagaku agar bisa menjadi bagian dari mereka.
Dengan
tubuh yang lemas ku naik sepeda. Pikiranku rasanya campur aduk. “Itu rencana
Tuhan Ellena, Dia pasti punya rencana lain untukmu.” bisikku.
Sesampainya
di rumah hal yang aku pikirkan ternyata keliru. Keluargaku justru memberikan
semangat yang lebih terhadapku. Terimakasih Tuhan engkau telah menganugerahkan
aku keluarga yang sangat luar biasa.
**
Tak
henti-hentinya ku berdoa semoga aku masih diberi kesempatan bersekolah di sana.
Setiap hari ku tengok sekolah itu berharap ada siswa yang mengundurkan diri.
Namun sayang hasilnya tak seperti yang ku harapkan. Ya, Tuhan mempunyai rencana
lain yang terbaik buat aku. Aku yakin itu.
**
Aku
bingung mau kemana akan ku lanjutkan sekolah. Yang ku tahu hanya sekolah yang
letaknya di depan sekolahku dulu. Tapi aku engak mau di sana. Tapi kalo aku
tidak sekolah di sana mau kemana lagi. Akhirnya ku paksakan diri tuk
mendaftarkan diri kesana. Di sana aku bertemu dengan teman-temanku, senyum
ceria tergambar dari wajahnya. Aku pun senang melihatnya.
***
Tiba
saatnya hasil pengumuman akan diberikan. Hatiku dag dig dug.
“Gimana
kalo aku nanti enggak keterima. Apakah aku tidak lanjut sekolah? atau apakah
aku harus sekolah disana di tempat yang belum aku kenal seluk beluknya.”
“Ellena.
. . ayo kita lihat bersama hasilnya, udah ditempel disana tuh.” suara Ditta
teman lamaku.
Aku
pun mengikuti langkah kaki Ditta. Pikiranku tak bisa fokus karena terlalu sibuk
membayangkan hal yang tak bisa diungkapkan.
“Ellena.
. namamu ada, Selamat yaa.” kata Ditta.
“Benarkah?
Alhamdulillah ya Allah. . .Terimakasih. Lalu kamu gimana Dit?” tanyaku pada
Ditta.
Ku
lihat wajah Ditta berubah seketika. Matanya berkaca-kaca.
“Aku
belom beruntung El.” ucap Ditta.
Aku
tahu perasaan Ditta saat ini. Ku peluk ia seraya berkata, “Sudah tidak usah
bersedih hati. Mungkin Tuhan berkehendak lain dan percayalah rencana-Nya pasti
yang terbaik buatmu.”
“Iya
El.” kata Ditta. Lalu ku antarkan Ditta sampai gerbang depan sekolah.
***
Tak
hentinya ku ucapkan syukur kepada Tuhan. Sungguh hatiku sangat senang akhirnya
ada sekolah yang mau menerimaku, hehe. Namun aku juga sedih karena temanku
tidak bisa masuk kesana.
“Gimana
El hasilnya?” tanya ibu dengan penuh perhatian.
“Alhamdulillah
bu, aku keterima di sana.” jawabku dengan rona wajah kegembiraan.
***************************************************************************
Mengingat kisah itu, airmataku jatuh
membasahi pipi. Rasa rindu kepada keluargaku yang selalu memberikan aku kasih
sayang, aku rindu saat bercanda tawa bersama sahabat. Aku rindu semuanya. Ingin
rasanya ku berteriak sekeras mungkin agar mereka tahu bahwa disini aku
membutuhkan mereka. Lalu terbayang kembali saat aku menjadi siswa baru di
sekolah yang sangat aku cintai saat ini.
***
Hari
ini adalah hari pertamaku menjadi siswa baru di SMA 02 Ceria. Ku lihat Cella
dan Renata bagaikan dua sejoli yang tak bisa terpisahkan. Banyak kakak kelas
yang cantik dan ganteng-ganteng. Wah kalo gini sih betah aku disini. hehe
Hari
pertama di sekolah baruku berjalan dengan baik tanpa ada halangan apapun. Aku
mendapatkan kenalan baru namun tak banyak nama yang ku ingat. Aku berharap hari
keduaku lebih baik dari hari pertamaku, yah atau paling tidak seperti hari
pertamalah. Seperti yang ku perkirakan hari kedua berjalan sempurna.
Hari
ini adalah hari terakhir masa orientasi siswa baru. Dengar-dengar sih ada
pentas seni yah semacam musik band lah. Sungguh takjub aku melihat ciptaan
Tuhan yang kini berada di depanku. Tubuh tegap seakan siap melindungi seseorang
yang bersamanya, mata yang begitu indah dan suara yang mampu menenggelamkan
perasaan setiap orang yang mendengarnya.
Ku pandangi ia tanpa henti, Subhanaallah. . .ku bayangkan jika
seandainya aku berada di sana menemaninya dan diberikannya bunga mawar merah
kepadaku oh indahnya dunia.
“Ellena.
. .El, Ellena.” teriak Cella.
Seketika
saja aku kaget mendengar suaranya. Dengan sigap ku palingkan wajahku ke sumber
suara. Aku terkejut melihat semua orang menatapku.
“Ellena
tuh kamu disuruh maju ke depan.” kata seorang gadis cantik di sebelahku.
Aku
bingung kenapa semua orang menatapku dan mengapa hanya aku yang dipanggil.
Seketika itu cowok yang ku bayangkan tadi menghampiriku dan mengajakku maju ke
depan. Entah siapa yang merencanakan semua ini pokoknya aku sangat
berterimakasih padanya. Hehe.
Ternyata
khayalanku menjadi kenyataan. Aku diberi bunga mawar merah olehnya. Tuhan,
terimakasih. Benarkah ini kenyataan atau aku masih bergelut dengan
khayalan-khayalanku. Ku cubit pipiku dengan kerasnya. Iya benar memang ini
nyata. Sungguh aku dibuat terbuai akan semua ini. Astagfirullah. . .ampuni aku
Tuhan. Aku pun bergegas kembali ke tempatku semula.
***
Detik
berganti menit. Menit berganti jam. Jam berganti hari. Hari terus berjalan dan
tak terasa 3 tahun sudah telah ku lewati hari-hariku di sekolah tercintaku ini.
Semuanya penuh kenangan, penuh derairan airmata entah airmata kepiluan bahkan
sampai airmata kebahagiaan. Kini tiba saatnya akhir dari masa putih abu-abu ku.
Besok adalah hari dimana mungkin menjadi hari terakhirku berkumpul dengan teman
satu kelasku, sahabat-sahabatku, guru-guruku bahkan keluarga temanku. Sedih
rasanya meninggalkan semua itu. Tapi aku sadar setiap ada awal pasti ada
akhirnya, setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan begitu juga yang lainnya.
***
Pagi
ini sungguh sangat cerah. Matahari bersinar menerangi bumi begitu indahnya,
burung-burung mengepakkan sayapnya di udara dan semilir angin yang berhembus.
Aku berharap semoga hari ini menjadi kenangan terindah di bangku SMA ku.
Bersama ibu ku telusuri jalan setapak menuju gedung sekolah. Rutinitas telah
dimulai. Orang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tak ku lihat sosok Cella
dan Renata. Hanya ada teman sekelasku yang asyik bercanda tawa menikmati
suasana. Ku antarkan ibu menuju ruang pertemuan.
“Ellena.
. .” panggil Kinan pria yang menjadi incaran para siswa baru karena
ketampanannya.
Dengan
mengumbar senyum ku berjalan menghampiri mereka. Layaknya seorang artis model
kita bergaya untuk dijepret-jepret. Senyum ceria selalu terpancar di wajah.
Sampai-sampai kita terlena dibuatnya.
***
Kini
tiba saat yang dinanti yaitu pengumuman hasil Ujian Akhir. Jantungku berdegup
sangat kencang, keringat dingin mulai mengucur keluar, ku penjamkan mata ini
dan ku genggam erat tangan Kinan. Ruangan mendadak hening seketika.
“Dengan
ini kami memberitahukan bahwa hasil dari Ujian Nasional sekolah kita tercinta
ini sangat baik. Itu artinya . . .” ucap Kepala Sekolah dengan penuh
penghayatan.
Aku
siapkan diri tuk mendengarkan kalimat selanjutnya. Ku kuatkan pegangan tangan
Kinan, ku tarik napas sedalam-dalamnya. Ku sebut nama Tuhan dalam hati
sanubariku.
“Itu
artinya jika hasil yang kita peroleh bahwa semua siswa dinyatakan Lulus dengan
hasil yang sangat memuaskan.” lanjutnya dengan penuh semangat dan kebahagiaan.
Serentak
suasana yang semula hening berubah menjadi lautan yang dipenuhi rasa syukur
kepada Tuhan. “Terimakasih Tuhan. . .” ucapku dalam hati hingga tak kuasa ku
teteskan airmata sebagai tanda kebahagiaan. Ku lihat mata Kinan begitu hanyut
dalam suasana ini. Semua berjabat tangan seraya mengucapkan selamat atas hasil
yang memuaskan itu.
Perasaanku
begitu sangat bahagia, ku lihat ibuku di seberang sana juga tengah berucap
syukur seraya mengucapkan selamat padaku. Aku sangat senang melihat wajah yang
begitu halus dihiasi dengan rona bahagia. Entah kenapa jantung hati ini masih
saja terus berdegup padahal hasil telah diumumkan.
“Selamat
pada anak-anakku. Semoga keberkahan selalu ada pada diri kalian. Gapailah
citamu setinggi langit bahkan sampai langit ketujuh sekalipun. Jangan berhenti
sampai di sini teruslah berjuang demi masa depan yang cerah.” ucap bapak Kepala
Sekolahku.
“Yah
aku akan berjuang demi keluargaku. Akan ku bahagiakan keluargaku, tak akan ku
biarkan kesedihan menyelimuti keluargaku.” Kataku dalam lubuk hati.
“Di
sini saya juga akan menyampaikan pengumuman yang lain terkait dengan hasil
belajar kalian yang selama ini. Diharapkan nama yang tertera di slide mohon
beserta wali muridnya bisa maju ke depan.” kata beliau.
Serentak
semua mata tertuju pada slide yang berada di depan. Berharap namanya tercantum
di dalamnya.
“Ellena
namamu disana. . . El El” ucap Kinan
“Mana
sih, salah baca mungkin kamu. Mana mungkin namaku tertera di sana.” Tegasku.
“Beneran
El mana mungkin sih aku bercanda dalam situasi seperti ini. Tuh tuh lihat.”
bantah Kinan sambil menunjuk-nunjuk ke depan.
Aku
tak percaya dengan semua ini. Aku percaya Tuhan selalu menolong dan membantu
aku dalam segala hal. Ku hampiri ibuku tuk maju ke hadapan semua orang. Ku
tahan airmata ini agar tak jatuh namun susah sekali tuk ditahan. Ku biarkan
airmataku mengalir. Terimakasih Tuhan hari ini Engkau telah berikan aku banyak
kebahagiaan. Ku lihat ibuku meneteskan airmata. Ya Allah, bahagianya aku bisa
membahagiakan ibuku.
“Tidak
hanya itu, kami pun telah mendapatkan hasil pengumuman untuk siswa-siswa yang
terdaftar menjadi mahasiswa. Hasilnya sudah keluar dan bisa dilihat melalui
internet.” kata Kepala Sekolah untuk terakhir kalinya.
***
Semua
orang menikmati alunan lagu yang berdendang pertanda acara telah berakhir.
Acara berjalan dengan lancar dan tak ada halangan suatu apapun. Tak terasa 3
tahun sudah ku lalui dan ini adalah hari terakhirku bersama temanku semua. Ku
lihat mereka bergerombol di bawah pohon yang rindang lalu ku gabungkan diri. Ternyata mereka tengah asyik melihat hasil
pengumuman. Lalu ku pinta Kinan tuk membuka milikku.
“Ellena.
. .kamu ketrima El, nih coba lihat.” ucap Kinan padaku.
Ku
ambil handphone Kinan. Dan benar saja tertera namaku beserta tulisan yang
digaris tebali bahwa aku diterima. Tak tahu apa yang ku rasakan. Harusnya aku
bahagia bisa diterima tapi mengapa hatiku tidak bahagia. Tuhaan. . pertanda apa
ini.
Tak
lupa ku ucapkan terimakasih dan selamat pada Kinan. Berat rasanya meninggalkan
teman-teman, ku langkahkan kaki menjauh dari mereka lalu menghampiri ibuku yang
sedang menunggu di depan.
Sepanjang
perjalanan ku hanya berdiam diri tak ada kata yang mampu ku ucapkan. Semua
pikiran menjadi satu, apa yang harus ku lakukan. Tak berani aku mengungkapkan
isi hatiku ini pada ibu. Takut jika aku menambah beban keluarga. Apakah tidak
ku masuki saja universitas itu, tapi gimana nasib adik kelasku jika aku tak
memasukinya kasihan mereka yang telah berusaha sekuat tenaga tuk menggapai
cita.
Tak
terasa aku telah sampai di depan rumah. Di dalam rumah ibu bertanya padaku,
“El. . kamu kenapa? Bukannya seharusnya kamu seneng dengan hasil yang engkau
peroleh?”
“Iya
Ellena bahagia kok bu.” jawabku.
“Ayo
jujur saja pada ibu. Dari tadi ibu lihat wajahmu murung tak terlihat rasa
bahagia sama sakali. Ada apa anakku sayang?” ucap ibu dengan kelembutan.
Tuhan.
. . apakah harus ku ceritakan ini semua, tapi kalo nanti aku malah menyusahkan
semuanya bagaimana. Ingin rasanya airmata terjatuh dari pelupukku. Ya aku harus
bercerita bagaimana pun juga ibu harus tahu.
“Ibu.
. .a a aaaku diterima menjadi mahasiswa baru.” ucapku
Ku
lihat wajah ibu berubah seketika. Maafkan aku ibu, Tuhan. . . jalan apa yang
engkau berikan kepadaku. Seharusnya aku bekerja saja membantu keluargaku.
Harusnya aku bekerja menggantikan ibu mencari nafkah. Bukan malah merepotkan
dan menyusahkan mereka.
“Diterima
kok malah murung gitu, bukankah seharusnya justru senengnya bertambah ya.
Alhamdulillah kamu bisa melanjutkan mencari ilmu tuk masa depan kamu. Tidak
usah dipikirkan biar nanti ibu yang berusaha mencarikan jalan keluarnya.” kata
Ibu.
“Ibu.
. . maafkan aku”
“Kenapa
malah minta maaf. Sudah mandi sana biar anak ibu wangi dan cantik.”
**
Kini
yang hanya ku pikirkan adalah bagaimana caranya agar aku bisa membantu ibu
membayar uang sekolahku. Oh iya aku kan masih ada simpanan, tapi itu pasti tak
cukup. Yah aku harus bekerja untuk bisa mendapatkan uang. Setiap hari ku
kumpulkan uang hasil keringatku tuk membantu ibu. Namun, saat ibu mengetahui
kalo aku bekerja ibu marah besar padaku. Dan mulai saat itu aku berhenti
bekerja.
Tak
tahu dari mana ibu mendapatkan uang sebanyak itu, aku sedih karena aku ibu
membanting tulang berusaha sekuat tenaganya tuk membiayai aku. Aku berjanji
pada diriku sendiri aku harus menjadi orang yang sukses untuk membahagiakan
keluargaku. Aku ingin menjadi anak yang membanggakan, aku ingin jadi anak yang
berbakti dan taat pada orangtuaku. Maafkan aku ibu. Tuhan. . . .Aku sayang ibu.
***************************************************************************
Derairan
airmata membasahi pipi ini. Tak henti-hentinya air itu mengalir dari pelupuk
mataku. Tuhan. . . berikanlah keluargaku selalu berada dalam penjagaanMu,
izinkanlah dalam mencari ilmu aku Engkau berikan kemudahan dan semoga nantinya
aku bisa menjadi anak yang berguna bagi keluargaku. Hujan malam ini
mengingatkanku pada kenangan indah masa laluku. Aku rindu ibu, ingin rasanya
dipeluk dalam dekapannya.
Kring
Kring Kring Kring. . .. .Tiba-tiba deringan handphone menyadarkanku.
“Hallo
Ibu. . . .”
BIODATA
Nama : Dian
Purnama Sari
Tempat,
Tanggal Lahir : Kudus, 21
Desember 1994
Alamat : Desa
Garung Lor RT.09 RW.02 Kaliwungu, Kudus.
HP :
085770963955
Email :
dians_purnama97@yahoo.co.id
FB :
Dian Purnama Sari
Tulisan ini terbit dalam Antologi Buku : Kesaksian Kerikil hidup
terbit di Afsoh Publisher - 2013
Penulis merupakan peserta workshop menulis dan menerbitkan Buku - Afsoh Publisher
tulisan dalam Antologi ini :
Awal Kuliah di Unnes