-->

HIDUP DIANTARA PILIHAN DAN TAKDIR

| 10:49 AM |


“Kata orang hidup itu pilihan. Tapi terkadang yang kita pilih justru seringkali tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Justru jalan hidup membawa kita pada sesuatu yang sama sekali tidak pernah ada dalam pikiran kita bahkan membayangkannya sekali pun tidak pernah. Yah, itulah hidup semuanya sudah ada yang mengatur. Tuhan lah dibalik semua kejadian yang terjadi pada diri kita. Dia telah mengaturnya dengan alur yang sangat menarik agar menjadi sebuah cerita yang sangat indah. Tugas kita hanyalah bersyukur dan tetap berusaha melakukan yang terbaik.”

 

Malam ini sungguh tak seperti malam-malam biasa. Tak ada satupun bintang yang berani menampakkan diri dari langit. Hanya derairan air yang jatuh menyelimuti bumi. Aku terpaku menyaksikan kekuasaan Tuhan, Subhanaallah. . tiba-tiba pikiranku terbang ke dalam masa laluku. Aku tak kuasa menahan air mata menerawang kisah yang selalu ku ingat. Tentang jalan hidupku yang membawaku kesini. Sahabat-sahabatku, semuanya masih tersimpan rapi di memori.

***************************************************************************

Hari ini adalah hari yang sangat istimewa untukku. Pagi yang sangat cerah untuk jiwaku yang sedang dilanda kegelisahan. Rasanya jantungku seperti mau copot detakannya tidak karuan seolah berlomba dengan suara jam dinding rumahku.

“Bagaimana El sudah siapkah?” suara ibu mengagetkanku. Aku terperanjat dan menatapnya dengan tubuh gemetaran. Mungkin ibuku tahu apa yang sedang kurasakan saat ini. Di dekapnya tubuh mungilku ini dengan penuh kehangatan. Tak ingin rasanya ku melepas dekapan itu namun waktu tak pernah bisa diajak berkompromi. “Sudah ayo kita berangkat biar nanti enggak terlambat” ucap ibu. Aku pun meluruskan rok berwarna biruku agar terlihat sedikit rapi.

Letak sekolahku tidak begitu jauh dengan rumahku. Mungkin hanya 20 menit saja tapi itu jika aku bersepeda. Aku dan ibuku ke sekolah berandalkan angkota. Hidupku berbeda dengan teman-teman sekolahku lainnya. Mereka bisa mendapatkan apa yang diinginkannnya tanpa harus menunggu terlalu lama.Namun semua itu tidak menyurutkan semangatku untuk mencari ilmu dan menggapai cita. Perjalananku kali ini terasa sangat begitu cepat. Seakan-akan hanya hitungan detik aku duduk. Gerbang sekolah sudah berada di depan mata. Ya Tuhan. . . aku belum siap tolonglah hambamu ini. Keringat dingin pun bercucuran ketika kakiku mulai menginjak ruang kelas yang aku tinggali selama ini.

“Ellena . . . sini duduk di depanku saja.” bujuk Cella sahabat baikku yang selalu ada buatku. Aku pun hanya bisa tersenyum melihatnya dan menuruti apa yang ia katakan.

Kini tiba saatnya yang ditunggu telah tiba. Pengumuman mengenai hasil Ujian Nasional telah diberikan kepada wali murid dalam sebuah amplop. Ibu pun telah memegang sepucuk amplop putih yang tertera namaku. Tatkala ibu menyobek amplop itu aku tak kuasa melihatnya, aku hanya bisa berdoa semoga hasil yang ku peroleh tidak mengecewakan.

“Alhamdulillah. . . El kamu lulus.” ucap ibu dengan penuh kebahagian. Senang sekali hati ini mendengarnya. Syukur pun tak lupa aku ucapkan kepada Tuhan. Ucapan selamat menggema di mulut manisku ini teruntuk sahabat dan teman-temanku semua. Aku pulang membawa kabar gembira untuk keluarga di rumah.

**

Hari ini ku bangun pagi sekali. Perasaan gembira masih manyelimutiku. Tak lupa ku tunaikan kewajibanku kepada Tuhan dengan penuh rasa syukur. Lalu ku bantu ibu menyiapkan sarapan dengan senyum yang selalu mengembang di wajahku. “Aduh. . . senangnya anak ibu yang satu ini. Jangan lupa nanti bekal yang di atas meja dibawa sekalian temennya dikasih ingat jangan dimakan sendiri ya.” kata ibu panjang lebar.

“Siaaap.” ku angkat tanganku di samping alis disertai senyuman termanisku ku berikan kepada ibu di pagi hari.

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Waktu pun menunjukkan pukul 07.00 WIB. Hari ini tidak seperti biasanya kegiatan dimulai pada jam 08.00 WIB. Aku pun mulai bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ku ayunkan kakiku menelusuri jalanan kota ditemani sepada kesayanganku. Begitu riangnya hati ku lihat sekeliling jalan sungguh sangat indah kota ini.

Sesampainya di ruang kelas ku lihat teman-temanku sudah berada disana dengan wajah yang sungguh sangat merona bercanda ria dengan teman segerombolannya.

“Ellena. . . sini duduk di sampingku nanti ku ceritakan sesuatu padamu.” suara Renata menyambut kedatanganku. Aku pun langsung duduk di samping sahabatku itu. Dia mulai bercerita panjang lebar kesana kemari. Aku pun hanya jadi pendengar setianya.

“Hai El. . hai Ren. .” ucap Cella bersamaan dengan munculnya Ardi secara tiba-tiba.

“Ya ampun kalian ini. Untung saja jantungku masih normal coba saja kalo tidak pasti sudah ada sepatu yang melayang.” jawab Renata. Semua pun tertawa mendengarnya.

“Oh iya sampe lupa ini ada bekal dari ibu untuk kalian. Ayo dimakan sama-sama.” kataku pada mereka. Kami pun menikmati bekal yang dibuat oleh ibu. “hmmmmm enak sekali. Ucapkan terimakasih ya pada ibumu, lain kali yang banyak ya, hehe.” cetus Ardi dengan senyuman andalannya yang membuat para wanita takluk padanya.

“Eh ngomong-ngomong besok kalian mau lanjut sekolah kemana teman-teman? Kalo aku sih kayaknya di SMA aja.” tanya Cella.

“Aku juga mau kesana Cel.” kata Renata

“ah alasan. Bilang aja kalo kamu pengen sama aku terus, iya kan iya kan.” canda Cella.

“Idih geer sekali kau. Mendingan tuh ikut Ardi daripada ngikutin kamu.” ucap  Renata.

“oh gitu. Jadi selama ini kamu sama Ardi ada sesuatu yaa. . .tega sekali kau sama aku.” kata Cella dengan menirukan gaya sinetron yang sering ditontonnya.

“Hahaha. . . yeeeh pada ketauan nih kalo kalian diam-diam suka sama aku. Tapi sayang, aku maunya ke SMK saja. Aku ingin mendalami hobiku, siapa tahu nanti aku bisa merakit pesawat terbang untuk Indonesia.” ucap Ardi.

“Tuh kan si Ardi pedenya kambuh lagi. . . kalo kamu mau kemana El?” tanya Renata.

“eeemmm kalo aku sama kayak Ardi pengennya ke SMK saja biar nanti kalo lulus langsung kerja buat bantu orang tua. Aku enggak mau nyusahin mereka terus. Aku pengen mandiri. Lagian kakakku juga lulusan dari sana.” Jawabku dengan penuh keyakinan.

“Yaah, kita pisah dong. Pasti nanti aku kangen banget sama kalian semua.” ucap Cella dengan wajah yang lesu.

“Udah enggak usah lemes gitu. Dimana pun kita nanti lanjut sekolah itu enggak masalah, kalian kan bisa main ke rumahku. Atau nanti kita bisa janjian keluar bareng.” kata Ardi.

“Iya. Betul tuh kata Ardi. Kalo takdir mempertemukan kita pasti nanti kita akan bertemu. Percaya deh.” Ucapku.

Tiba-tiba semua terdiam. Pembicaraan kami pun terhenti.

**

Hari berlalu begitu cepat. Tak terasa jika ternyata sudah satu minggu aku tak bertemu dengan sahabat-sahabatku. Mereka pasti sedang sibuk mencari sekolah.

Hari ini adalah hari pertamaku untuk mengikuti ujian tulis masuk sekolah yang ku tuju. Hati ini begitu gundah memikirkan hal-hal yang mungkin terjadi padaku. Dalam hati aku berkata “Ya. , aku harus semangat dan tidak boleh putus asa. Aku akan berjuang untuk masuk ke sekolah itu. Aku pasti bisa.”

Ku kayuh sepeda dengan penuh semangat walaupun matahari tepat di atas kepalaku. Menjadi orang asing di keramaian sungguh menyebalkan. Aku hanya bisa melihat orang yang mondar-mandir lewat di depanku.

Bel telah berbunyi dan aku pun memasuki ruangan. Jantung ini terus berdegup kencang tatkala soal mulai dibagikan. Tak lupa ku panjatkan doa sebelum mengerjakan soal. “Bismillah, semoga hari aku mendapat kemudahan dan kelancaran dari-Nya” kataku dalam hati.

Bel berbunyi pertanda waktu telah habis. Aku pun keluar dengan badan gemetar. Lalu ku ambil sepeda. Ingin rasanya aku cepat sampai di rumah.

**

Hari berikutnya adalah hari dimana aku nanti menghadapi ujian kedua. Ujian ini berbeda dari ujian sebelumnya. Wawancara menggunakan bahasa inggris, Tuhan. . . Engkau tahu kemampuan hamba seperti apa. Aku tak bisa berbicara bahasa inggris. Aku berharap semoga Engkau senantiasa melancarkan hari ku.

Ku lihat banyak anak yang diantar oleh sanak saudara bahkan diantar orangtua mereka. Sebenarnya aku ingin sekali ditemani. “Ellena jangan sedih. Allah selalu bersamamu di setiap hembusan nafas jadi enggak perlu sedih.” Bisikan hati kecilku ini. Lalu aku sadar dengan semuanya. Astagfirullah, ampuni aku Tuhan. . Maafkanlah aku.

Kini tiba saatnya giliranku. Keringat dingin bercucuran. Dengan Bismillah, ku langkahkan kaki pasrahkan diri kepada Illahi. Semoga hasilnya nanti seperti apa yang ku inginkan.

**

Hari terus berganti hari, hanya sebait doa yang selalu aku naungkan. Sabahat-sahabatku Cella, Renata dan Ardi sudah menjadi bagian dari sekolah yang selama ini meraeka idam-idamkan. Aku senang mendengar kabar bahagia itu. Meskipun aku masih bergulat dengan teman yang menjadi sainganku. Sudah tak sabar rasanya ku ingin melihat namaku tercantum di papan.

Akhirnya waktu yang ku nanti-nantikan telah tiba. Ku kayuh sepeda tua ku dengan tergesa dan penuh semangat. Meskipun terik matahari tepat berada di atas kepalaku aku tak perduli yang penting aku cepat sampai di sana.

Sesampainya di sekolah aku terpaku melihat keadaan sekitar. Sudah ada banyak orang yang mungkin juga tidak sabar menunggu hasilnya. Tak ada seorangpun yang aku kenal tak ada yang mengetahui keberadaanku di sini. Tak ada yang menemani. Aku hanya terdiam seraya berdoa memohon agar nanti hasil yang ku peroleh sesuai harapan keluargaku. Lama sekali aku menunggu detik, menit bahkan jam pun telah berlalu tapi hasil itu pun tak kunjung dilayangkan.

“Eh hasilnya terpajang di lapangan belakang sekolah.” teriak salah satu siswa. Semuanya berlari dengan tergesa-gesa menuju lapangan belakang sekolah tak terkecuali juga aku. Aku berlari sekuat tenaga sampai-sampai tubuh ini terpental menabrak seseorang yang tak ku kenal. Semua orang mengerumuni sebuah papan yang sangat panjang. Terik matahari sangat menyengat kulitku namun ku tetap berusaha untuk melihat namaku di papan tersebut. Badanku yang kecil ini tak mampu menembus tubuh orang yang mengelilingi papan. Braaak.. Aku pun jatuh tersungkur. Tak ada seorang pun yang memperdulikanku.

Akhirnya satu persatu orang mulai meninggalkan papan pengumuman. Ucap syukur ku panjatkan karena tak perlu lagi ku berdesak-desakan dengan orang-orang. Ku letakkan jemariku menelusuri setiap nama yag ada di sana. Tapi mana namaku. .ya Allah. Badan ku lemas seketika dan serasa nafas ini berhenti. Tuhaaan. . . .

Ku teliti lagi setiap lembar nama-nama berharap namaku terlewati. Ini namaku ya benar ini memang namaku. Senang sekali ternyata ada namaku disana tapi. . . aku berada di kolom nama yang terdaftar sebagai siswa cadangan.

“Aku tak boleh menyerah dan jangan putus asa. Ini masih awal. Semangat semangat.” ku semangati diriku sendiri tuk mengusir rasa sedih di hati.

Terimakasih ya Allah, engkau masih membuka jalanku. Tak apalah aku jadi yang kedua aku akan tetap berusaha sekuat tenagaku agar bisa menjadi bagian dari mereka.

Dengan tubuh yang lemas ku naik sepeda. Pikiranku rasanya campur aduk. “Itu rencana Tuhan Ellena, Dia pasti punya rencana lain untukmu.” bisikku.

Sesampainya di rumah hal yang aku pikirkan ternyata keliru. Keluargaku justru memberikan semangat yang lebih terhadapku. Terimakasih Tuhan engkau telah menganugerahkan aku keluarga yang sangat luar biasa.

**

Tak henti-hentinya ku berdoa semoga aku masih diberi kesempatan bersekolah di sana. Setiap hari ku tengok sekolah itu berharap ada siswa yang mengundurkan diri. Namun sayang hasilnya tak seperti yang ku harapkan. Ya, Tuhan mempunyai rencana lain yang terbaik buat aku. Aku yakin itu.

**

Aku bingung mau kemana akan ku lanjutkan sekolah. Yang ku tahu hanya sekolah yang letaknya di depan sekolahku dulu. Tapi aku engak mau di sana. Tapi kalo aku tidak sekolah di sana mau kemana lagi. Akhirnya ku paksakan diri tuk mendaftarkan diri kesana. Di sana aku bertemu dengan teman-temanku, senyum ceria tergambar dari wajahnya. Aku pun senang melihatnya.

***

Tiba saatnya hasil pengumuman akan diberikan. Hatiku dag dig dug.

“Gimana kalo aku nanti enggak keterima. Apakah aku tidak lanjut sekolah? atau apakah aku harus sekolah disana di tempat yang belum aku kenal seluk beluknya.”

“Ellena. . . ayo kita lihat bersama hasilnya, udah ditempel disana tuh.” suara Ditta teman lamaku.

Aku pun mengikuti langkah kaki Ditta. Pikiranku tak bisa fokus karena terlalu sibuk membayangkan hal yang tak bisa diungkapkan.

“Ellena. . namamu ada, Selamat yaa.” kata Ditta.

“Benarkah? Alhamdulillah ya Allah. . .Terimakasih. Lalu kamu gimana Dit?” tanyaku pada Ditta.

Ku lihat wajah Ditta berubah seketika. Matanya berkaca-kaca.

“Aku belom beruntung El.” ucap Ditta.

Aku tahu perasaan Ditta saat ini. Ku peluk ia seraya berkata, “Sudah tidak usah bersedih hati. Mungkin Tuhan berkehendak lain dan percayalah rencana-Nya pasti yang terbaik buatmu.”

“Iya El.” kata Ditta. Lalu ku antarkan Ditta sampai gerbang depan sekolah.

***

Tak hentinya ku ucapkan syukur kepada Tuhan. Sungguh hatiku sangat senang akhirnya ada sekolah yang mau menerimaku, hehe. Namun aku juga sedih karena temanku tidak bisa masuk kesana.

“Gimana El hasilnya?” tanya ibu dengan penuh perhatian.

“Alhamdulillah bu, aku keterima di sana.” jawabku dengan rona wajah kegembiraan.

***************************************************************************

            Mengingat kisah itu, airmataku jatuh membasahi pipi. Rasa rindu kepada keluargaku yang selalu memberikan aku kasih sayang, aku rindu saat bercanda tawa bersama sahabat. Aku rindu semuanya. Ingin rasanya ku berteriak sekeras mungkin agar mereka tahu bahwa disini aku membutuhkan mereka. Lalu terbayang kembali saat aku menjadi siswa baru di sekolah yang sangat aku cintai saat ini.

***

Hari ini adalah hari pertamaku menjadi siswa baru di SMA 02 Ceria. Ku lihat Cella dan Renata bagaikan dua sejoli yang tak bisa terpisahkan. Banyak kakak kelas yang cantik dan ganteng-ganteng. Wah kalo gini sih betah aku disini. hehe

Hari pertama di sekolah baruku berjalan dengan baik tanpa ada halangan apapun. Aku mendapatkan kenalan baru namun tak banyak nama yang ku ingat. Aku berharap hari keduaku lebih baik dari hari pertamaku, yah atau paling tidak seperti hari pertamalah. Seperti yang ku perkirakan hari kedua berjalan sempurna.

Hari ini adalah hari terakhir masa orientasi siswa baru. Dengar-dengar sih ada pentas seni yah semacam musik band lah. Sungguh takjub aku melihat ciptaan Tuhan yang kini berada di depanku. Tubuh tegap seakan siap melindungi seseorang yang bersamanya, mata yang begitu indah dan suara yang mampu menenggelamkan perasaan setiap orang yang mendengarnya.  Ku pandangi ia tanpa henti, Subhanaallah. . .ku bayangkan jika seandainya aku berada di sana menemaninya dan diberikannya bunga mawar merah kepadaku oh indahnya dunia.

“Ellena. . .El, Ellena.” teriak Cella.

Seketika saja aku kaget mendengar suaranya. Dengan sigap ku palingkan wajahku ke sumber suara. Aku terkejut melihat semua orang menatapku.

“Ellena tuh kamu disuruh maju ke depan.” kata seorang gadis cantik di sebelahku.

Aku bingung kenapa semua orang menatapku dan mengapa hanya aku yang dipanggil. Seketika itu cowok yang ku bayangkan tadi menghampiriku dan mengajakku maju ke depan. Entah siapa yang merencanakan semua ini pokoknya aku sangat berterimakasih padanya. Hehe.

Ternyata khayalanku menjadi kenyataan. Aku diberi bunga mawar merah olehnya. Tuhan, terimakasih. Benarkah ini kenyataan atau aku masih bergelut dengan khayalan-khayalanku. Ku cubit pipiku dengan kerasnya. Iya benar memang ini nyata. Sungguh aku dibuat terbuai akan semua ini. Astagfirullah. . .ampuni aku Tuhan. Aku pun bergegas kembali ke tempatku semula.

***

Detik berganti menit. Menit berganti jam. Jam berganti hari. Hari terus berjalan dan tak terasa 3 tahun sudah telah ku lewati hari-hariku di sekolah tercintaku ini. Semuanya penuh kenangan, penuh derairan airmata entah airmata kepiluan bahkan sampai airmata kebahagiaan. Kini tiba saatnya akhir dari masa putih abu-abu ku. Besok adalah hari dimana mungkin menjadi hari terakhirku berkumpul dengan teman satu kelasku, sahabat-sahabatku, guru-guruku bahkan keluarga temanku. Sedih rasanya meninggalkan semua itu. Tapi aku sadar setiap ada awal pasti ada akhirnya, setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan begitu juga yang lainnya.

***

Pagi ini sungguh sangat cerah. Matahari bersinar menerangi bumi begitu indahnya, burung-burung mengepakkan sayapnya di udara dan semilir angin yang berhembus. Aku berharap semoga hari ini menjadi kenangan terindah di bangku SMA ku. Bersama ibu ku telusuri jalan setapak menuju gedung sekolah. Rutinitas telah dimulai. Orang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tak ku lihat sosok Cella dan Renata. Hanya ada teman sekelasku yang asyik bercanda tawa menikmati suasana. Ku antarkan ibu menuju ruang pertemuan.

“Ellena. . .” panggil Kinan pria yang menjadi incaran para siswa baru karena ketampanannya.

Dengan mengumbar senyum ku berjalan menghampiri mereka. Layaknya seorang artis model kita bergaya untuk dijepret-jepret. Senyum ceria selalu terpancar di wajah. Sampai-sampai kita terlena dibuatnya.

***

Kini tiba saat yang dinanti yaitu pengumuman hasil Ujian Akhir. Jantungku berdegup sangat kencang, keringat dingin mulai mengucur keluar, ku penjamkan mata ini dan ku genggam erat tangan Kinan. Ruangan mendadak hening seketika.

“Dengan ini kami memberitahukan bahwa hasil dari Ujian Nasional sekolah kita tercinta ini sangat baik. Itu artinya . . .” ucap Kepala Sekolah dengan penuh penghayatan.

Aku siapkan diri tuk mendengarkan kalimat selanjutnya. Ku kuatkan pegangan tangan Kinan, ku tarik napas sedalam-dalamnya. Ku sebut nama Tuhan dalam hati sanubariku.

“Itu artinya jika hasil yang kita peroleh bahwa semua siswa dinyatakan Lulus dengan hasil yang sangat memuaskan.” lanjutnya dengan penuh semangat dan kebahagiaan.

Serentak suasana yang semula hening berubah menjadi lautan yang dipenuhi rasa syukur kepada Tuhan. “Terimakasih Tuhan. . .” ucapku dalam hati hingga tak kuasa ku teteskan airmata sebagai tanda kebahagiaan. Ku lihat mata Kinan begitu hanyut dalam suasana ini. Semua berjabat tangan seraya mengucapkan selamat atas hasil yang memuaskan itu.

Perasaanku begitu sangat bahagia, ku lihat ibuku di seberang sana juga tengah berucap syukur seraya mengucapkan selamat padaku. Aku sangat senang melihat wajah yang begitu halus dihiasi dengan rona bahagia. Entah kenapa jantung hati ini masih saja terus berdegup padahal hasil telah diumumkan.

“Selamat pada anak-anakku. Semoga keberkahan selalu ada pada diri kalian. Gapailah citamu setinggi langit bahkan sampai langit ketujuh sekalipun. Jangan berhenti sampai di sini teruslah berjuang demi masa depan yang cerah.” ucap bapak Kepala Sekolahku.

“Yah aku akan berjuang demi keluargaku. Akan ku bahagiakan keluargaku, tak akan ku biarkan kesedihan menyelimuti keluargaku.” Kataku dalam lubuk hati.

“Di sini saya juga akan menyampaikan pengumuman yang lain terkait dengan hasil belajar kalian yang selama ini. Diharapkan nama yang tertera di slide mohon beserta wali muridnya bisa maju ke depan.” kata beliau.

Serentak semua mata tertuju pada slide yang berada di depan. Berharap namanya tercantum di dalamnya.

“Ellena namamu disana. . . El El” ucap Kinan

“Mana sih, salah baca mungkin kamu. Mana mungkin namaku tertera di sana.” Tegasku.

“Beneran El mana mungkin sih aku bercanda dalam situasi seperti ini. Tuh tuh lihat.” bantah Kinan sambil menunjuk-nunjuk ke depan.

Aku tak percaya dengan semua ini. Aku percaya Tuhan selalu menolong dan membantu aku dalam segala hal. Ku hampiri ibuku tuk maju ke hadapan semua orang. Ku tahan airmata ini agar tak jatuh namun susah sekali tuk ditahan. Ku biarkan airmataku mengalir. Terimakasih Tuhan hari ini Engkau telah berikan aku banyak kebahagiaan. Ku lihat ibuku meneteskan airmata. Ya Allah, bahagianya aku bisa membahagiakan ibuku.

“Tidak hanya itu, kami pun telah mendapatkan hasil pengumuman untuk siswa-siswa yang terdaftar menjadi mahasiswa. Hasilnya sudah keluar dan bisa dilihat melalui internet.” kata Kepala Sekolah untuk terakhir kalinya.

***

Semua orang menikmati alunan lagu yang berdendang pertanda acara telah berakhir. Acara berjalan dengan lancar dan tak ada halangan suatu apapun. Tak terasa 3 tahun sudah ku lalui dan ini adalah hari terakhirku bersama temanku semua. Ku lihat mereka bergerombol di bawah pohon yang rindang lalu ku gabungkan diri.  Ternyata mereka tengah asyik melihat hasil pengumuman. Lalu ku pinta Kinan tuk membuka milikku.

“Ellena. . .kamu ketrima El, nih coba lihat.” ucap Kinan padaku.

Ku ambil handphone Kinan. Dan benar saja tertera namaku beserta tulisan yang digaris tebali bahwa aku diterima. Tak tahu apa yang ku rasakan. Harusnya aku bahagia bisa diterima tapi mengapa hatiku tidak bahagia. Tuhaan. . pertanda apa ini.

Tak lupa ku ucapkan terimakasih dan selamat pada Kinan. Berat rasanya meninggalkan teman-teman, ku langkahkan kaki menjauh dari mereka lalu menghampiri ibuku yang sedang menunggu di depan.

Sepanjang perjalanan ku hanya berdiam diri tak ada kata yang mampu ku ucapkan. Semua pikiran menjadi satu, apa yang harus ku lakukan. Tak berani aku mengungkapkan isi hatiku ini pada ibu. Takut jika aku menambah beban keluarga. Apakah tidak ku masuki saja universitas itu, tapi gimana nasib adik kelasku jika aku tak memasukinya kasihan mereka yang telah berusaha sekuat tenaga tuk menggapai cita.

Tak terasa aku telah sampai di depan rumah. Di dalam rumah ibu bertanya padaku, “El. . kamu kenapa? Bukannya seharusnya kamu seneng dengan hasil yang engkau peroleh?”

“Iya Ellena bahagia kok bu.” jawabku.

“Ayo jujur saja pada ibu. Dari tadi ibu lihat wajahmu murung tak terlihat rasa bahagia sama sakali. Ada apa anakku sayang?” ucap ibu dengan kelembutan.

Tuhan. . . apakah harus ku ceritakan ini semua, tapi kalo nanti aku malah menyusahkan semuanya bagaimana. Ingin rasanya airmata terjatuh dari pelupukku. Ya aku harus bercerita bagaimana pun juga ibu harus tahu.

“Ibu. . .a a aaaku diterima menjadi mahasiswa baru.” ucapku

Ku lihat wajah ibu berubah seketika. Maafkan aku ibu, Tuhan. . . jalan apa yang engkau berikan kepadaku. Seharusnya aku bekerja saja membantu keluargaku. Harusnya aku bekerja menggantikan ibu mencari nafkah. Bukan malah merepotkan dan menyusahkan mereka.

“Diterima kok malah murung gitu, bukankah seharusnya justru senengnya bertambah ya. Alhamdulillah kamu bisa melanjutkan mencari ilmu tuk masa depan kamu. Tidak usah dipikirkan biar nanti ibu yang berusaha mencarikan jalan keluarnya.” kata Ibu.

“Ibu. . . maafkan aku”

“Kenapa malah minta maaf. Sudah mandi sana biar anak ibu wangi dan cantik.”

**

Kini yang hanya ku pikirkan adalah bagaimana caranya agar aku bisa membantu ibu membayar uang sekolahku. Oh iya aku kan masih ada simpanan, tapi itu pasti tak cukup. Yah aku harus bekerja untuk bisa mendapatkan uang. Setiap hari ku kumpulkan uang hasil keringatku tuk membantu ibu. Namun, saat ibu mengetahui kalo aku bekerja ibu marah besar padaku. Dan mulai saat itu aku berhenti bekerja.

Tak tahu dari mana ibu mendapatkan uang sebanyak itu, aku sedih karena aku ibu membanting tulang berusaha sekuat tenaganya tuk membiayai aku. Aku berjanji pada diriku sendiri aku harus menjadi orang yang sukses untuk membahagiakan keluargaku. Aku ingin menjadi anak yang membanggakan, aku ingin jadi anak yang berbakti dan taat pada orangtuaku. Maafkan aku ibu. Tuhan. . . .Aku sayang ibu.

 

***************************************************************************

Derairan airmata membasahi pipi ini. Tak henti-hentinya air itu mengalir dari pelupuk mataku. Tuhan. . . berikanlah keluargaku selalu berada dalam penjagaanMu, izinkanlah dalam mencari ilmu aku Engkau berikan kemudahan dan semoga nantinya aku bisa menjadi anak yang berguna bagi keluargaku. Hujan malam ini mengingatkanku pada kenangan indah masa laluku. Aku rindu ibu, ingin rasanya dipeluk dalam dekapannya.

Kring Kring Kring Kring. . .. .Tiba-tiba deringan handphone menyadarkanku.

“Hallo Ibu. . . .”

 

BIODATA

 

Nama                                      : Dian Purnama Sari

Tempat, Tanggal Lahir           : Kudus, 21 Desember 1994

Alamat                                    : Desa Garung Lor RT.09 RW.02 Kaliwungu, Kudus.

HP                                           : 085770963955

Email                                      : dians_purnama97@yahoo.co.id

FB                                           : Dian Purnama Sari

 

Tulisan ini terbit dalam Antologi Buku : Kesaksian Kerikil hidup 

terbit di Afsoh Publisher - 2013
Penulis merupakan peserta workshop menulis dan menerbitkan Buku - Afsoh Publisher

tulisan dalam Antologi ini :
Awal Kuliah di Unnes

GENDAM NUSANTARA 919

Back to Top