Oleh Nurjanah [Mahasiswa PGSD Unnes)
Sinar terik matahari yang menyinari
bumi ditambah gumpalan awan bak kumpulan bulu domba yang menghiasi langit
menyambut para siswa SMA GARUDA yang keluar berhamburan kelas setelah bel yang
menandakan pelajaran pada hari ini berakhir telah berbunyi. Deru angin sepoi-sepoi
menerbangkan debu-debu menambah hawa gersang di siang itu.
Terdengar canda tawa dari gurauan
sekelompok siswa yang keluar dari dalam ruangan kelas XII IPA1.
Lisa,Ita,Silvi,dan Hana. Empat sekawan inilah yang sedari tadi bersenda gurau
saat keluar dari kelasnya. “Eh coba lihat, dari dulu awal kita kenal sampe
sekarang si Lisa tetep aja kecil ya,, Hahahah” celetuk Silvi. “Apa maksud lo
sil, emange elo yang super duper gendut, hahaha” balas si Lisa. “eh eh kamu itu
ndak tau ya Li, ini tu seksi tauk” . “sudah-sudah makan dulu sanaaa.
Hahahahah.....” celetuk si Ita memecah perdebatan antara Lisa dan Silvi.
Keempat sahabat itupun akhirnya tertawa sambil terus melangkahkan kakinya.
Keluar dari gerbang sekolah, si Hana
mengajak teman-temannya untuk membeli es campur pelangi yang sudah menjadi
langganan mereka selama bersekolah di SMA ini. “Eh kok terik banget ya, jadi
haus ni, nge.es dulu yuk. Es campur
pelangi udah melambai-lambai tuh.”
“Es pelanginya atau abangnya??
hahahahha...........” celetuk dari salah satu temannya dan gelak tawapun
kembali terdengar dari mereka;” Begitulah keseharian dari keempat sahabat itu.
Tok tok tok... “assalamu’alaikum.”
Terlihat wajah lelah Hana setelah seharian belajar di sekolahnya. Walupun ia
merasa sangat lelah, ia berusaha untuk tetap ceria di depan ibunya. Di mata
ibunya, Hana adalah seorang gadis periang yang tak pernah terlihat mempunyai masalah. Ia merupakan anak
kebanggaan ibunya. Dari Sekolah Dasar sampai SMA ini, Hana selalu menjadi juara
kelas. jika para ibu-ibu di lingkungan rumahnya sedang asik membicarakan
tentang anak mereka masing-masing maka ibu Yuni, ibu dari Hana dengan bangga
akan menceitakan segala prestasi anaknya tersebut.
“Wa’alaikumsalam, udah pulang han.”
Sambut ibunya dengan senyum menyungging di bibirnya.
“Iya buk.” Balas Hana sambil bergegas
mencium tangan ibunya itu. Melihat senyum ibunya, segala lelah dan beban yang
dibawanya dari sekolah bagaikan langsung melebur hilang.
“Cepat ganti baju terus sholat, ibu
tunggu di meja makan. Ibu udah masakin makanan kesukaan kamu tuh. Sayur asem,
gorengan plus sambil goreng sapesial ala chef Yuni. Hihihi”
“Waaaahh pasti lezat banget tuh, jadi
nggak sabar nih.”
“Makannya cepat sana ganti baju.”
“Siap Bos, hhehe”
Hana langsung menuju kamarnya. Ia
mengganti seragamnya dengan kaos merah dan celana santainya. Lalu ia bergegas
sholat dzuhur.
“Han, udah belum sholatnya? Ibu udah
nunggu lama nih.”
Iya bu, Hana kesitu.”
Lama banget sih sholatnya, memangnya
kamu do’a minta apa aja sama Allah?”
“Ya minta banyak dong bu, Allah kan
Maha Kaya. Hana tuh minta sama Allah supaya Hana bisa bareng-bareng sama ibu
terus. Hana nggak mau pisah dari ibu.”
“Lho kok gitu. Emanganya kamu nggak
mau menikah terus tinggal sama suami dan anak-anak kamu nanti?”
“Yaaah ibu apa-apaan sih masak
ngomongin nikah, Hana kan masih kecil belum cukup umur. Hehe”
“Masih kecil apanya? Juni besok itu
kamu udah 19 tahun. Itu artinya sebentar lagi mau kepala dua. Masih aja
nempel-nempel ibunya.”
“Terus mau nempel-nempel siapa dong?”
“Sudah ah cepat makan nanti keburu
dingin malah nggak enak lagi.”
“Suapin dong bu,hehe”
“Wallaah. Ya udah sini-sini. Dasar
anak ibu. hehehehe”
Begitulah kedekatan Hana dan ibunya.
Mereka sering menghabiskan waktu berdua dengan bercakap-cakap dan bersenda
gurau. Iya hanya berdua saja. ayahnya telah meniggal dunia delapan tahun yang
lalu. Sementara kakaknya yaitu Galih sedang bekerja di luar pulau Jawa tepatnya
di kalimantan dengan pamannya untuk menghidupi ibu dan adiknya. Setelah
kepergian ayahnya Galihlah yang menjadi tulang punggung keluarganya. Sadar
dengan pengorbanan sang kakak yang sangat besar demi dirinya dan ibunya, ia
selalu berusaha belajar dan belajar demi mewujudkan cita-citanya dan membuat
bangga ibu dan kakaknya.
“Han, ini kan sudah malam, dilanjut
besok lagi belajarnya. Nanti malah ngantuk lho di sekolah.”
“Iya bu sebentar lagi, tinggal
sedikit kok.”
“Tapi mata dan pikiran kamu kan butuh
istirahat. Sekarang kamu tidur ya. Besok bangun pagi terus dilanjut lagi
belajarnya.”
“Baik deh ibuku sayaaaang. Hana akan
menuruti apa yang ibu katakan.”
“Nah gitu dong, jangan lupa baca
do’anya.”
“Oke ibu, ibu tidur juga ya.”
“Iya-iya.”
Ibu Yuni keluar meninggalkan kamar
Hana dan bergegas untuk tidur. Tiba-tiba saat sedang tertidur pulas, ia kaget
dan terbangun. Pintu kamarnya diketok-ketok dan suara Hana memanggil-manggilnya
dengan nada yang sangat keras.
Tok tok tok............. “ibu .......
ibu cepat buka pintunya ibu. Ibu ibu..............”
Ibu Yuni langsung mengambil langkah
seribu menuju pintu kamarnya setelah mendengar suara anaknya itu. Setelah pintu
terbuka, Hana yang sudah di depan pintu kamar langsung memeluk ibunya.
“Ada apa Hana? Apa yang terjadi?”
dengan wajah bingung, cemas dan khawatir dengan kondisi anaknya. “Kamu kenapa
Han?” tanya ibu Yuni lagi.
“Ibu, Hana takut.”
“Takut kenapa? Ada apa ini?”
“Hana mimpi buruk bu.”
“Astaghfirullahaladzim Hana, kamu ini
bikin ibu hampir kena serangan jantung. Ibu kira ada maling atau apa, eh taunya
malah Cuma mimpi buruk. Kaya anak kecil saja.”
“Kok ibu gitu sih, Hana itu mimpi
serem banget bu.”
“Memangnya kamu mimpi apa? Coba beri
tahu ibu.”
“Tadi itu Hana mimpi melihat
hantu-hantu banyaaak banget. Hantu-hantu itu semakin mendekati hana bu.
Pokoknya serem banget deh.”
“Itu kan Cuma mimpi, sekarang tidur
lagi sana besok kesiangan lho.”
“Hana mau tidur sama ibu aja,
pliiiisss.”
Melihat wajah Hana yang masih
ketakutan, ibu Yuni menemani anaknya itu tidur bersama di kamarnya.
Kukkuruyuuuukkk.......... bunyi kokok
ayam memecah dinginnya pagi. Matahari mulai menampakkan diri dari
persembunyiannya menggantikan sang rembulan yang telah semalaman menjaga bumi.
Embun nan sejuk membasahi hijaunya daun. Sementara suara minyak yang mendidih
di penggorengan dan bau harum masakan ibunya membangunkan Hana dari tidurnya.
Ia langsung bergegas mandi, sholat subuh dan bersiap-siap berangkat sekolah.
“Pagi ibuku yang cantik. Kayaknya
enak banget nih nasi gorengnya.”
“Pastinya dong. Udah cepat sarapan
biar nggak telat ke sekolah.”
Sepiring nasi goreng dan teh hangat
yang telah disiapkan ibunya langsung disantapnya. Lalu Hana berangkat sekolah
dengan menaiki angkot yang biasa lewat di depan rumahnya. Di dalam angkot sudah
ada ita yang duduk di sebelah pintu. Hana dan Ita selalu berangkat bersama satu
angkot ke sekolahnya.
“Eh Han, kamu semalem belajar nggak?
Hari ini kan kita ada ulangan fisika jamnya bu.Mus tentang gerak parabola.”
“Semalem aku udah belajar sih, tapi
belum sampai selesai ta, aku ketiduran.”
“Hallah kamu mah nggak belajar juga
pasti bisa ngerjain. Kamu kan anaknya bu.Mus. hahaha”
“Eh semabarangan, aku itu anaknya
bu.Yuni tauk. Hahaha...” Perbincangan mereka berduapun berlanjut sampai mereka
tiba di sekolah.
“Eh UN tinggal sebulan lagi nih. Kok
aku deg-degan ya.”
“Kamu yang pinter aja deg-degan apa
lagi kita. Ya nggak sil,ta.” Celetuk si Lisa
“Iya bener banget tuh. Aku jadi takut
deh. Kita belajar kelompok yuk.” Tambah si Silvi
“Iya aku setuju. Kita belajar
kelompok aja, nah sebagai yang pinter kamu jangan pelit buat ngajarin kita
Han.”
“Iya Han. Ajari kita ya, plisss”
Iya-iya aku setuju kita belajar
kelompok. Buka aku yang ngajari kalian tapi kita saling sharing. Yang aku nggak
bisa kita diskusiin bareng-bareng.”
Oke setuju.” Sahut Lisa, Ita dan
Silvi sacara bersamaan.
Sejak saat itu hampir setiap hari
mereka belajar bersama. Mereka berpindah-pindah tempat dari rumah Hana sampai
rumah Silvi secara begantian. Saat sedang serius belajar, tiba-tiba Hp Hana
berbunyi, ada sms masuk dari nomor baru yang tidak dikenalnya. Hana membuka
Hpnya dan membaca sms tersebut. “Assalamau’alaikum.. benar kan ini no.nya
Hana?” bunyi sms tersebut. Hana tidak menanggapinya, karena ia berpikir itu
hanya sms dari orang iseng yang ingin mengerjai dirinya. Tidak lama kemudian
Hpnya berdering. Kali ini bukan sms tetapi panggilan masuk. Terlihat nomor yang
tadi telah mengirim sms. Hana tidak menghiraukan lagi. Hp kembali berdering
berulang kali. Karena merasa penasaran akhirnya Hana mengangkat telfon
tersebut.
“Halo, assalamu’alaikum,?”
“Wa’alaikumsalam. Hana ?”
“Iya benar. Ini siapa ya? Dari tadi
kok miscall-miscall terus?”
“Maaf sebelumnya sudah mengganggu
kamu, aku Rafi.”
“Rafi? Rafi siapa ya?
“Aduuh masak lupa sih aku Rafi teman
SMP kamu.
“Ooo kamu Rafi Darmawan yang tiga
tahun berturut-berturut satu kelas sama aku?”
“Iya. Masak udah lupa sih.
“Hehe, sorry-sorry. Gimana kabarnya
Raf?”
“Alhamdulillah baik. Kamu sendiri
gimana?
“Aku juga alhamdulillah baik. Eh kok
kamu tahu nomor aku?
“Dengan kerja keras pencarian dan
penantian selama tiga tahun akhirnya aku bisa dapetin nomor kamu.”
“Haha ada-ada aja kamu ni.”
“Eh kayaknya kok rame disitu, kamu
lagi ngumpul sama temen-temen kamu ya?
“Iya nih, kita lagi belajarr bareng,
persiapan buat UN.hehe”
“Wah kayaknya aku ganggu ni, ya udah
deh gampang lanjut nanti lagi. Kamu terusin dulu belajarnya.”
“Ok. Assalamu’alaikum Raf.”
“Wa’alaikumsalam.”
Setelah percakapan di telfon itu,
rafi sering sms Hana. Bahkan bisa dibilang hampir setiap hari Rafi selalu
nongol dengan smsnya walau hanya sekedar menyapa saja.
Hari berganti hari. Hana sedang duduk
asyik di pinggir pantai yang tak jauh dari rumahnya. “Ujungnegoro”. Itulah nama
pantai yang sedang menemani Hana saat matahari senja perlahan menyembunyikan
wajahnya. Tiba-tiba Hana dikagetkan dengan tepukan tangan di pundaknya. Ia
menoleh ke belakang dan menatap sesosok lelaki tinggi yang berdiri di
belakangnya. Laki-laki itu balik menatap Hana sambil menyunggingkan senyum di
bibirbya.
“Rafi!!!
“Haiii,, masih ingat wajah ganteng
aku ini?..hehehe”
“Iiihh ganteng dari mana, kalo
ngliatnya dari ujung monas baru deh keliatan ganteng.”
“Wah wah udah berani sekarang.”
“Hahaha. Kok nggak bilang-bilang sih
kalo mau datang. Katanya kamu masih di Semarang?”
“Kejutan dong.”
“Hallah sok-sok.an pake acara kejutan
segala. Sayangnya aku ndak terkejut tuh.hahha”
Mereka saling bercakap-cakap
mengingat masa-masa dimana mereka sering menghabiskan waktu bersama-bersama di
pantai ini. Yah di pantai Ujungnegoro inilah hampir setiap hari minggu saat masih
SMA, Hana dan Rafi selalu mengabiskan waktu bersama-bersama. Entah berapa lama
waktu yang mereka habiskan di pantai ini untuk sekedar duduk-duduk di tepian
pantai atau bermain air sepuasnya. Hana dan Rafi berteman sejak mereka duduk di
bangku SMP. Selama tiga tahun berturut-turut mereka selalu bersama dalam satu
kelas. Saat SMA Rafi sekolah di Semarang sedangkan Hana tetap di daerah Batang.
Saat SMA inilah mereka terpisahkan selama tiga tahun dan sekarang Rafi pulang
menemui Hana. Terpisah selama tiga tahun lamanya tidak membuat Rafi dan Hana
lupa satu sama lain. Mereka malah kian akrab saat bertemu setelah perpisahan
tiga tahun itu.
“Han, berhubung aku lagi disini dan
lagi liburan, kita jalan-jalan yuk. Mau ya, ya ya?”
“Kamu ini datang-datang ngajakin jalan-jalan,
males ah.”
“Kamu kok gitu sih. Aku kan pulang
kesini buat ketemu kamu. Eh kamu malah kaya gini.”
“Lho lho lho ngambek ni ceritanya.
Kaya anak kecil aja, dari dulu kamu itu ndak berubah ya.”
“Kamu yang berubah. Kamu jadi makin
cantik, tapi boong, hahaha”
“Iiihh nyebelin, aku nggak bakalan
mau jalan-jalan sama kamu.”
“Yaaah jangan gitu dong, aku kan Cuma
becanda. Besok kita jalan-jalan ya, pliiisss.”
“Hmmm, aku pikir-pikir dulu deh. Udah
ah aku mau pulang udah hampir maghrib nih.”
“Ya udah aku anterin ya.”
“Boleh deh.”
Mereka berdua kemudian melaju
menyusuri jalan menuju rumah Hana dengan sepeda motor Rafi.
Keesokan harinya sekitar jam 9 pagi,
Rafi sudah di depan rumah Hana. Rafi berencana mengajak Hana jalan-jalan di
alun-alun kota Batang. Di alun-alun tersebut akan ada pagelaran budaya Jawa
yang pastinya akan membuat Hana sangat senang. Tidak lama kemudian Hana keluar
dari dalam rumahnya. Dengan memakai dres batik, ia terlihat anggun bak puteri
keraton yang keluar dari istananya. Rafipun terpesona melihatnya. Memang boleh
diakui, Hana adalah sosok gadis yang cantik. Walau ia hanya sekedar memakai
make-up yang sederhana, namun paras cantiknya tetap terpancar.
“Sudah siap tuan puteri? Hamba akan
mengantarkan kemanapun tuan puteri pergi.”
“Apa-apaan sih kamu, ndak lucu tauk.”
“Kamu cantik sekali hari ini bak tuan
puteri.”
“Iih apaan sih,” Hana tertunduk malu
dan pipinya terlihat memerah. “Udah ah yuk jalan.”
Liburan kali ini terasa sangat
mengasikkan dan sangat berarti bagi Hana dan Rafi. Mereka banyak menghabiskan
waktu bersama-sama. Tiap hari minggu mereka selalu datang ke pantai berdua.
Entah pagi ataupun sore, bagi mereka pantai ujungnegoro tetap memberi kedamaian
yang masih sama seperti dulu.
Malam semakin larut. Hana mulai
merebahkan tubuhnya di atas kasur. Dipeluknya “DIDI” boneka kesayangannya yang
selama ini menemani tidurnya. Tiba-tiba Hpnya berdering. Ada sms masuk, dari
Rafi.
“Han,sorry ya besok aku ndak bisa
nemenin kamu ke pekalongan, soalnya aku berangkat ke Semarang besok jam5 buat ngurus
ijazah. Jangan ngambek ya, pliiiss J.
“Dasar si Rafi, dari dulu nggak pernah berubah. Selalu aja ngasih taunya
mendadak. Liat aja ntar aku kerjain kamu, hahaha.”
Selama Rafi di Semarang, Hana merasa
sangat kesepian. Setekah berhari-hari ia selalu menghabiskan waktu bersamanya,
dan kini Rafi tak ada dalam kesehariannya lagi. Untuk menghilangkan
kebosanannya, ia selalu datang ke pantai menikamati matahari senja yang begitu
indah.
Setelah pulang dari Semarang, Rafi
mulai ragu untuk menemui Hana. Perasaannya tidak menentu. Di dalam hatinya ia
sangat rindu dan ingin bertemu dengan Hana. Tapi di sisi lain ia merasa bingung
dengan perasaannya. Seperti ada perasaan aneh yang sedang ia rasakan. Ya cinta,
Rafi jatuh cinta pada Hana, temannya sendiri. Menyadari hal itu, Rafi mencoba
untuk menghindar dan tidak menjauhi Hana. Bahkan sms dari Hanapu tak pernah ia
balas. “Maaf Han, aku ndak bermaksud kaya gini. Tapi aku bingung dengan
perasaanku.” Rafi terus mengindar dari Hana.
Hana merasa bingung dengan semua ini,
mengapa Rafi secara tiba-tiba menjauh darinya. Ia berpikir apakah ia berbuat
salah pada Rafi? Atau ada sesuatu yang sedang terjadi pada Rafi?. Hana semakin
tak mengerti dengan semua ini. Setelah sekian lama tak bertemu, Rafi muncul
dengan tiba-tiba dan sekarang ia juga menghilang tiba-tiba.
Di suatu senja, Hana duduk di tepi
pantai. Ia hanya sendiri. Dan seperti kemuculan pertamnya, Rafi datang dan
menepuk pundak Hana. Hana langsung menoleh. Hana sudah menduga bahwa yang
datang adalah Rafi. Dan benar, Rafi datang. Hana langsung bicara tanpa henti
menanyakan alasan mengapa Rafi seperti menghindari dirinya.
“Kamu kemana aja sih, ditelfon ndaj
diangkat, disms ndak dibales, kamu kemna? Kamu sengaja kan menghindar dari aku?
Kam...”
Perkataan Hana terhenti saat Rafi
menyatakan jika Rafi mencintainya. “Aku mencintaimu. Pliiss jangan buat aku
gila dengan semua ini.”
Hana diam terpaku. Ia seakan-akan tak
percaya jika Rafi, yang beberapa hari ini menghindari dirinya mengatakan hal
itu. Hana yang tadi bicara tanpa henti, sekarang ia bingung harus berkata apa.
“Mungkin kamu bingung dan terkjeut
mendengar apa yang aku katakan, tapi aku sungguh-sungguh Han. Tapi jika kamu
memang nggak ada perasaan sama aku nggak papa, aku siap dengan segala
keputusanmu”
“Beri aku waktu Raf.”
Baik, aku akan memberimu waktu sampai
kaanpun kamu siap.”
Sejak saat itu mereka berdua menjadi
canggung. Saat mereka bertemu tidak banyak kata-kata yang keluar dari keduanya.
Tidak seperti dulu sebelum Rafi menyatakn perasaannya.
Han, kitake pantai yuk. Besok pagi
aku jemput kamu jam 6.ada yang mau aku omongin ke kamu. Sms dari Rafi.
Hana langsung membalasnya, oke.
Keesokan harinya mereka pergi ke
pantai. Diam dan diam tanpa sepatah katapun keluar dari bibir keduanya. Lalu
Hana memulai pembicaraan.
“Katanya ada yang mau diomongin ke
aku. Soal apa?”
“Oh iya,” Rafi menjawab dengan nada
canggung. “Besok lusa aku mau ke Surabaya”
Mendengar hal itu, Hana terkejut dan
langsung menatap Rafi. “Kamu mau ke Surabaya?”
“Iya, besok aku udah harus ngurus surat-suratnya.”
“Ini Cuma lelucon kamu aja kan?”
“Ini serius Han, aku ndak becanda.
Disana aku akan bekerja di tempay kerja saudara”
“Ooo, ya sudah pergi saja sana.”
“Kamu nggak mencegah aku buat
ngebatalin kepergianku?”
“Kamu kan pergi buat kerja, ngapain
aku nyegah.”
“jaga dirimu baik-baik ya. Aku akan
sangat merindukan pantai ini dan juga dirimu.”
Dengan perasaan berat hati, Rafi
meninggalkan Hana dan pergi ke Surabaya. Sementara itu, ternyata Hana hanya
berpura-pura ikhlas melepaskan Rafi pergi ke Surabaya. ia mengurung diri di
kamarnya. Matanya sembab, pipinya basah terkena cucuran air mata yang terus
mengalir. Sebenarnya ia mengira bahwa Rafi mengajaknya ke pantai untuk
membicarakan perasaannya lagi dan ia akan mengatakan bahwa ia juga memiliki perasaan
yang sama dengan Rafi. Ternyata malah Rafi mengatakan bahwa ia akan pergi ke
Surabaya. hatinya benar-benar hancur. Lalu apa arti ungkapan perasaannya
kemarin jika ia hanya akan meninggalkan Hana. Baru kali ini Hana merasa
benar-benar kecewa terhadap Rafi. Sosok yang selama ini selalu bisa membuatnya
tertawa, sekarang malah tega membuatnya menangis dan akan pergo jauh
meninggalakannya.
Di dalam bus, Rafi juga gelisah.
Hatinya terus bergejolak antara dia akan benar-benar pergi meningggalkan Hana
atau kembali dan bersama-sama dengan Hana lagi. Tapi ia bingung. Jika ia pergi,
ia tak sanggup untuk berpisah dengan Hana. Tetapi jika ia kembali, ia tak
sanggup menerima keyataan bahwa Hana telah menolaknya. Hatinya benar-benar
gelisah. Tanpa terasa air matanyapun menetes membasahi pipinya. Ia tak
menghiraukan kakaknya yang duduk di sebelahnya, memperhatikan Rafi sejak tadi.
Kakanya merasa heran dengan sikap adiknya yang dari awal berangkat hanya diam,
murung dan sekarang malah menangis. Ia pun bertanya pada Rafi apa yang membuat
dirinya seperti itu,
“Raf, kamu kenapa sih?”
“Nggak papa kok kak.”
“Tapi aku perhatikan dari tadi kamu
itu murung, dan sekarang kamu malah menangis. Ada apa sih?”
Rafi menyeka air matanya. Ia tak
sadar jika ternyata dirinya telah menangis.
“Aku nggak papa kok kak, beneran.”
“Jika kamu nggak papa, kenapa kamu
nangis? Jarang banget cowok itu nangis. Apa ada sesuatu? Atau kamu tidak ingin
kita ke Surabaya?”
Rafi hanya terdiam. Ia tak berbicara
sepatah katapun. Melihat itu, kakaknya semakin mendesaknya untuk berbicara.
“Raf, kaka tau pasti ada apa-apa
dengan kamu. Ayolah katakan padaku.”
“Sebenarnya aku berat untuk pergi
kak.”
“Kenapa?”
“Hana.”
“Hana? Teman SMP kamu itu?
“Iya kak.”
“Ada apa dengan Hana?
“Sebenanrnya sebelum aku memutuskan
untuk ikut kakak ke Surabaya aku telah menyatakan perasaanku pada Hana.
“Lalu kenapa kamu malah ikut kakak
pergi?”
“Apa kamu yakin kalo Hana menolakmu?
“Dia meminta waktu sih kak, tapi aku
takut tidak berani menerima kenyataan kalo akhirnya dia akan mengatakan bahwa
dia menolakku. Lebih baik aku pergi saja dari pada harus mendengar dia
menolakku.”
“Bodoh sekali kamu.”
“Bodoh? Maksud kakak?”
“Cewek itu tidak mungkin akan
langsung mengatakan “ya” jika ia mau. Cewek itu perasa dan pemalu. Jika ia
meminta waktu ya tunggu saja sampai ia benar-benar siap.”
“Jadi maksud kakak......”
“Iya, dia mungkin butuh waktu saja
untuk bisa bilang “ya”, kamu jangan naif gitu deh.”
“Terus aku harus gimana kak?.” Rafi
mulai bersemangat.
“Karena kita udah terlanjur sampai sejauh
ini nggak mungkin kan kita pulang lagi. Kamu harus sabar dan ikhlas. Jika Hana
memang jodoh kamu, maka ia pasti akan jadi milikmu.”
“Benar apa kata kakak, mungkin aku
harus belajar sabar.”
“Iya.”
“Makasih banget ya kak, kakak udah
bikin aku sadar dan kuat.
“Ya udah sekarang kita turun. Ini
udah sampai di kos kakak.”
“Oke, siap boss.”
Rafi turun dari bus bersama kakaknya
dengan wajah sumringah. Ia sangat bersemangat untuk mengikuti interfiew di
kantor tempat kakaknya bekerja dan tak sabar untuk segera bekerja dan akhirnya
bisa pulang menemui Hana.
Sementara itu, sejak kepergian Rafi,
Hana terlihat selalu murung. Di depan ibunya ia bisa meneymbunyikan
kesedihannya, tapi setelah di kamar sendiri, ia hanya melamun dan terus
melamun. Bayangan Rafi selalu hadir di depan matanaya. Ia sangat menyesal
kenapa saat itu ia tak langsung menjawab bahwa ia juga punya perasaan yang sama
dengan Rafi. Dan sekarang semuanya sudah terlambat, Rafi telah pergi ke
Surabaya dan tak tau kapan ia akan kembali lagi. Hana semakin murung dan terus
melamun.
“Han, hanaa.. itu hp kamu bunyi. Ada
telfon dari Rafi.”
Rafi?? Mendengar perkataan ibunya
bahwa Rafi menelfon, Hana langsung lari ke luar kamarnya menuju Hanphonnya yang
sedang ia charge.
“Itu Rafi telfon.”’
“Oh iya,makasih bu.”
“Halloo,..” dengan nada canggung dan
ragu-ragu Hana mmengangkat telfon dari Rafi.
“Hallo Han, kamu apa kabar?
“Aku baik.. kamu sendiri gimana?
Sehat?
“Iya, aku sehat. Ternyata udah hampir
dua tahun ya kita nggak ketemu.
Iya, nggak kerasa udah lama banget.”
Aku pengen banget ketemu kamu Han.
Aku pengen cepat-cepat pulang.”
“Pulang? Lalu kerjaann kamu gimana?”
Aku hanya dua tahun disini jadi kalo
udah dua tahun aku bisa pulang.”
Ooo, lalu kapan kamu bakal pulang?”
“Pastinya sih aku belum tahu, mungkin
minggu depan.”
Minggu depan?”
Iya. Kenapa, kamu nggak seneng aku
bakalan pulang?”
“Apa-apaan sih kamu. Ya aku aku
senenglah ”
Kirain kamu nggak seneng aku pulang.
Hehe, Ya udah aku masuk kerja dulu ya, assalamu’alaikum.”’
“Wa’alaikumsalam”
Setelah telfon dari Rafi, Hana merasa
sangat lega dan akhirnya Rafi bisa pulang. Hana semakin tidak sabar menunggu
kedatangan Rafi. Ia terus menghitung hari sampai tiba hari Rafi pulang dari
Surabaya.
Setibanya dari Surabaya, Rafi
langsung menemui Hana di pantai Ujungnegoro. Ia sangat senang akhirnya bisa
bertemu lagi dengan Hana. Begitu juga dengan Hana, ia sangat-sangat bahagia
bisa bertemu dengan Rafi lagi. Rafi tidak ingin bertele-tele. Ia langsung
menanyakan bagaiamana jawaban Hana menngenai perasaan Rafi yang telah ia
ungkapkan sebelum ia pergi ke Surabaya. Rafi sangat berharap bahwa Hana juga
mempunyai perasaan yang sama dengan dirinya.
“Han, bagaimana tentang pertanyaanku
tempo dulu itu?
“Petanyaan yang mana?”
“Emmm berarti kamu benar-benar tidak
punya perasaan apa-apa denganku?”
“Maksud kamu?”
“Iya, tentang perasaanku ke kamu yang
aku ungkapin ke kamu sebelum aku berangkat ke Surabaya. kamu ndak punya
perasaan sedikitpun kepadaku?”
“Ooo itu.”
“Hanya ooo itu jawaban kamu?”
“Hmmm, sebenarnya selama dua tahun
ini aku tenggelam dalam penyesalan yang sangat dalam. Aku sangat menyesal
kenapa dulu aku tidak langsung menjawab “ya” saat ia mengungkapakan
perasaannya. Ia adalah orang yang sangat berarti bagiku. Ia selalu bisa membuat
aku tertawa, selalu ada di saat aku senang ataupun sedih, dia adalah orang yang
sangat sepesial bagiku.”
“Jadi maksud kamu?”
“Aku sangat sayang kamu Rafi.”
“Bisakah kamu mengulanginya Hana.”
“Aku sangat sangat sayang kamu Rafi.”
Akhirnya Hana dan Rafi bisa
bersama-sama dan mereka saling mengikat janjii di pantai Ujungnegoro ini.
Walaupun nama pantai ini Ujungnegoro, tapi cinta Hana dan Rafi tak akan
berujung di pantai Ujungnegoro.”
------ TAMAT ----------
Naskah ini terbit Antologi buku Cerpen : Kumpulan Kisah Negeriku
Terbit di Afsoh Publisher 2013 -
Peserta Workshop Menulis dan Menerbitan Buku
Daftar isi BUku :
- Sepotong Berkah dalam tusuk sate
- Rahtawu Hatiku
- Kutemukan Imamku di Pabrik Kecap
- CInta Tak berujung