-->

ALASAN MENGAPA MENULIS ITU PENTING

| 2:12 PM |

 

Menulis itu Satu

 

Membaca novel adalah kegiatan keseharianku yang tak henti-hentinya membaca novel. Bagaimanapun caranya, aku harus membaca novel setiap minggu dengan pinjam atau beli sendiri. Sejak duduk di bangku MTS kelas dua, aku sudah menikmati rasanya menjadi seorang penulis meskipun itu hanya sekadar tulisan berupa puisi. Tapi entahlah, tiap ada keluh kesah yang ingin kuceritakan pada orang lain, malah aku tumpahkan di lembaran-lembaran kertas berbentuk puisi.

Kebiasaan itu berlangsung hingga kini aku beranjak kelas tiga MA. Di mana pun aku berada, saat apa pun dan bagaimana kondisiku, aku tak pernah luput membawa buku, anggaplah itu diary yang selalu kuisi dengan puisi-puisi perasaan. Di mana itulah yang selalu membuatku merasa nyaman, karena setelah menulis aku tak membutuhkan teman bicara lagi.

Indahnya tulisan-tulisanku ketika masalah yang kuhadapi hilang begitu saja. Indahnya tulisan-tulisanku ketika aku menorehkan tinta selaras dengan apa yang kurasa. Seperti air, saat aku menulis, tulisanku meluncur lancar dan mengalir apa adanya. Memang benar, kadang belum sempat tertulis, apa yang ada dalam benak sudah terhapus, tapi kunikmati itu karena setiap tulisanku mengandung apa yang ada dalam diri.

            Aku tak pernah merasa letih untuk menulis, meski kadang rasa bosan menyergapku. Tapi ketika sudah kumulai lagi menggoreskan tinta, rasanya benar-benar ingin terus dan terus saja menulis. Memang benar, menulis itu terserah hati saja. Apa pun yang dibentuk oleh perasaan, maka itulah yang akan tertuang dalam lembaran putih menyilaukan. Selalu saja aku terhempas dan lupa ingatan, bahkan lupa waktu sedang apa aku karena terlena oleh kalimat-kalimat yang terangkai di depanku.

            Itu puisi-puisiku. Belum cerpen yang kebanyakan dari hidupku, kutuangkan di situ. Rasanya aku mengulang masa-masa yang sudah kulewati. Rasanya aku kembali merasakan betapa senang, sedih, dan apa pun yang pernah kualami. Rasanya aku selalu terbang melayang dan ditimang riang oleh tulisan-tulisanku. Saat aku menulis, aku benar-benar lupa segala sesuatu.

            Yang bisa kusimpulkan dari hidupku bersama tulisanku adalah, tulisan adalah hal nyata yang tak bisa dibayangkan saja. Tak cukup lewat pikiran dan perasaan untuk menuntaskan keindahan kata, namun menulis adalah hal yang cukup merefleksikan kehidupan nyata yang kualami. Memperbaiki masalah, membuatku terlena akan keindahan kata-katanya, menjadikanku lega dan lepas dari segala untaian kehidupan yang membosankan. Menulis itu satu. Satu untuk membuatku mampu mengembangkan senyum yang tulus.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Aksara Penawar Duka

Oleh: Putri An-Nissa Nailhatul Izzah

Mengawali kisah yang telah membuatku begitu mencintai dunia menulis. Yang aku ketahui, dulu aku sempat mengecap sebuah kebahagiaan yang tidak dapat ditawar oleh harga dan tidak dapat dijabarkan oleh cara apa pun. Hanya aku dan Ia yang tahu. Kebahagiaan yang pasti semua orang menginginkannya. Ya, kebahagiaan yang aku maksud di sini adalah saat kebersamaan di dalam sebuah keluarga dapat menghapus segala lara. Menghapus segala duka hingga tidak ada setitik kesedihan bertengger kembali dengan leluasa pada diri.

Sampai saat ini, aku masih sering dihantui perasaan rindu itu. Membayangkan tawa leluasa yang pernah hadir dan menghiasi hidupku. Rindu merasakan kembali bagaimana lembut jemari seorang ibu menyentuh wajahku atau sekedar membelai rambutku. Merindui sosok tubuh tinggi kekar yang tidak pernah lelah menuruti kemauanku untuk dibopong di atas pundaknya dan berjalan mengitari rumah kami. Sementara aku begitu riang dengan tawa.

Ah, rasa-rasanya aku ingin kembali ke masa itu. Mungkinkah? Sementara waktu sama sekali tidak memberi alasan bahkan cara untuk mengulang semua kebahagiaan itu.

            Tepat di usiaku yang menginjak ke empat belas tahun, bukan kado terindah yang aku dapatkan dari orang-orang terdekat terutama orangtuaku. Melainkan kabar pahit mengenai perceraian kedua orangtuaku. Tentu saja aku merasa terkejut sekaligus terpukul dengan berita yang aku dengar. Bukan karena memikirkan nasibku, tapi nasib ketiga adikku yang mungkin jauh lebih butuh akan perhatian orangtua, bahkan adikku yang paling bungsu saat itu masih berusia satu tahun.

Aku mencoba tegar dan menyembunyikan kabar perceraian orangtuaku dari para guru dan teman-temanku yang ada di sekolah. Tapi serapat apa pun aku menyembunyikan itu semua, cepat atau lambat mereka pasti akan mengetahuinya. Terbukti, ketika ada beberapa teman yang menanyakan hal tersebut, aku hanya bisa diam dan berlari meninggalkan mereka. Aku sempat merasa kecewa dan sakit hati. Dalam kesendirian aku hanya diam merenungi semua hal.

Semenjak perceraian orangtuaku, aku yang dulunya dikenal periang dan banyak bicara, berubah drastis menjadi sosok yang sangat pendiam dan melankolis. Aku yang tidak begitu mencintai buku berubah menjadi kutu buku yang menjadi gelarku bagi semua orang yang mengenalku hingga kini. Satu hal, aku tidak pernah berniat untuk menulis. Tapi, semenjak itu pula aku mulai gemar menulis apa saja yang tengah kurasakan, baik dalam bentuk catatan pada buku harianku, atau sekadar sajak pendek yang menggambarkan duka, kesedihan, dan kesendirianku.

Aku menulis semua apa yang ingin kutulis dan tanpa sadar ada belasan diary yang telah penuh oleh tulisan tanganku. Semua guru mengagumi hasil karyaku, itu juga yang membuat mereka percaya dan mengamanahi tugas padaku sebagai ketua organisasi teater di sekolah, sekaligus penulis naskah skenario drama waktu itu. Sejak saat itu pula, aku menyadari bahwa selama ini ada bakat terpendam dalam diriku yang sebelumnya tidak pernah tersentuh oleh kesadaranku.

Menulis masih tetap menjadi kegemaran bahkan kewajiban untuk dapat melegakan dahaga rindu yang ada pada jiwaku sampai saat ini, meski tidak dapat mengutarakan rasa rindu dan sayangku terhadap mereka. Mungkin lewat untaian aksara inilah aku menyampaikan betapa sayang dan rindunya aku kepada mereka.

Setelah perceraian orangtuaku, aku tidak lantas membiarkan diriku terus menerus terpuruk oleh keadaan. Aku belajar dan kembali bangkit demi adik-adikku dan orang-orang yang kusayangi. Berbagai prestasi pun kembali kuraih dengan gemilang. Tidak ada penyesalan meski kenyataan pahit tetap setia menggentayangi hidupku.

Ini takdir Allah, dan semua pasti ada hikmahnya. Allah ingin aku belajar untuk membaca hikmah yang Ia berikan lewat masalah ujian yang mendera hidupku. Semata untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi.

Ibu, Ayah, air mata yang dulu senantiasa tumpah, kini dengan sendirinya berganti menjadi pelangi yang begitu indah di hidupku. Terima kasih untuk semua kenangan indah yang pernah kalian berikan. Lewat aksara ini kusampaikan rasa rinduku.

Magelang, 11/10/2012. 19.29

***

Biodata Penulis

Nama Yusnia Agus Saputri dengan nama penanya Putri An-Nissa Nailhatul Izzah. Lahir sebagai wanita berdarah bugis di Jambi pada 07 Agustus 1993. Saat ini tetap menekuni kecintaannya pada dunia aksara. Beberapa karyanya yang telah terbit dan akan segera terbit tergabung dalam bentuk antologi. Salah satunya, “Pelangi Ramadhan”(AG Publishing), “Pupus” (Afsoh Publisher), “Catatan Hati Bianglala Hijrah” (Soega Publishing), dan beberapa antologi lain yang masih dalam proses terbit. Saat ini menetap di Magelang, dan sedang dalam tahap untuk menyelesaikan novel perdananya. Dapat dihubungi melalui e-mail: yusniaagussaputri@ymail.com atau FB: marhusnulnabila@yahoo.co.id. Bisa juga melalui kontak person di 0856 6811 2979

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keajaiban Menulisku

Oleh: Askar Marlindo

               Alhamdulilah, saya diberi kesempatan untuk bercerita. Di kesempatan ini, saya ingin menceritakan impian besar yang ingin saya lakukan berkenaan dengan mimpi-mimpi besar saya yang semuanya berasal dari keraguan saya, apakah saya mampu melakukanya? Dan ternyata saya bisa. Nama saya adalah Askar Marlindo. Alhamdulilah, saya adalah salah seorang alumni dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Fakultas Pertanian adalah suatu fakultas yang berhubungan dengan tanam-tanaman dan tidak ada sama sekali hubunganya dengan rencana mimpi besarku ini.

            Sebenarnya saya tidak terlalu hobi dengan pertanian, karena saya lebih menyukai pelajaran yang jadi mata pelajaran yang diajarkan oleh orangtua saya, yaitu ibu saya adalah salah seorang pengajar Bahasa Mandarin dan ayah saya adalah salah seorang pengajar Bahasa Inggris. Jadi  karena itu, darah mengajar lebih mengalir di dalam diri saya.

            Hal ini juga terbawa setelah saya menamatkan studi saya, yaitu di mana saya lebih senang mempelajari Bahasa Inggris daripada Biologi. Sungguh suatu hal yang aneh bagi teman-teman seangkatan kelas saya, karena mereka pada umumnya lebih senang mempelajari Biologi. Mungkin darah mengajar itu menurun dari kedua orangtua saya.

Selain mengajar, saya mempunyai hobi satu lagi, yaitu hobi menulis yang membuat saya dapat mengasah kemampuan saya dan menelurkan beberapa prestasi keajaiban menulis saya, di antaranya adalah Duta Bahasa Sumut 2008, juara 1 Penulis Terbaik Hut GMPI PPP SUMUT 2011, juara 3 Penulis Terbaik Dewan riset Daerah Propinsi Sumut 2011, Penulis Kreatif Hut Tata Ruang tahun 2010, Penulis Kreatif HUT PLN KE 65 SUMUT TAHUN 2010, dan juara 1 Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Tamasya MUSAFIR TAHUN 2011

            Semua prestasi prestasi tersebut membuat saya bangga, tetapi juga memotivasi saya untuk terus memacu diri saya agar tetap menjadi lebih baik dan lebih berprestasi lagi di masa yang akan datang. Awal mulanya saya meragukan kemampuan saya tersebut. Karena bagi saya, menulis itu adalah suatu pekerjaan yang membosankan dan menjemukan, tetapi lama-kelamaan saya merasakan menulis adalah pekerjaan yang mengasyikkan dan membuat otak kita yang sedang sumpek menjadi lega karena semua ide-ide yang ada di kepala kita dapat kita salurkan dengan sempurna. Sungguh suatu kejaiban menulis yang sempurna.

       

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Scripta Manent Verba Volant

Oleh: Rere Z

Saya senang membaca kutipan kata-kata bijak. Satu hari, saya tersentak saat menemukan satu pepatah dari Yunani, scripta manent verba volant. Dalam bahasa Inggris berbunyi, spoken words fly away, written words remain, kata-kata yang kita ucapkan akan mudah dilupakan, hilang terbawa angin, tapi tidak begitu dengan tulisan. Tulisan akan abadi.

Otak saya mulai berputar, mengingat-ingat tulisan dan buku yang saya baca. Saya baru menyadari bahwa banyak buku-buku yang saya baca yang isinya penuh manfaat dan ternyata penulisnya sudah meninggal.

Ingatan saya langsung melayang ke kutipan Pramudya Ananta Toer, orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Sekali lagi saya diingatkan tentang keabadian dari kegiatan menulis. Saat ajal menjemput, kepandaian seseorang akan hilang jika tidak dituliskan. Menulis memang memperpanjang keberadaan kita di dunia dan akan menjadi salah satu amal di akhirat nanti jika kita menuliskan yang bermanfaat.

Saya pun mulai menulis. Sudah ada tulisan yang lolos di event menulis yang bertebaran di grup facebook. Ajaib! Perasaan senang muncul ketika nama saya  tercantum dalam update naskah yang masuk ke penyelenggara. Lebih ajaib lagi rasa bahagia yang timbul ketika nama saya masuk dalam daftar naskah yang lolos dibukukan! Apalagi jika saya sudah memegang buku yang ada tulisan saya, pasti akan lebih terasa ajaib!

Saya masih harus belajar teknik menulis yang baik dengan isi yang lebih bagus. Saya juga akan terus menulis buku-buku antologi dan akan mengembangkan diri ke penulisan jenis buku solo, Insya Allah! Menulis ternyata begitu ajaib dan mengabadi.

***

 

Biodata Penulis

Rere Z adalah salah satu kontributor buku antologi Love, Live, and Music. Pemenang kedua audisi buku The Miracle of Writing. Tinggal di Jakarta. Dapat dihubungi melalui akun FB: Rere Z atau melalui e-mail: rerez739@yahoo.com

 

GENDAM NUSANTARA 919

Back to Top