Oleh: Meutia Anis
Debur ombak, sepoi angin, terik
matahari, dan halusnya pasir pantai semakin menambah kerinduanku selama ini.
Terlebih.... rangkaian kelingking kita. Aku ingat saat itu, setiap momen selalu
dilengkapi oleh rangkaian kelingking kita.
“Putri Jelek, janji inget
selalu ya, kita pernah panas-panasan nggak jelas di pantai ini.”
Ya, kamu panggil aku dengan sebutan Putri Jelek, dan sebagai
balasannya, aku panggil kamu Pengeran Ganteng. Nggak sinkron memang, tapi itu
yang udah bikin hubungan kita unik dan terkesan nggak flat.
Aku tetap memandangi air dengan
gelombang-gelombangnya dengan tatapan kosong, merasakan angin yang berbeda,
hembusan angin pantai yang jauh berbeda dengan yang pernah aku rasakan
sebelumnya. Beberapa kali aku mengangkat jari kelingking di bawah teriknya
matahari dan membentuk bayangan dari kelingking itu. Aku melihat dua jari
kelingking, kelingkingku dan bayangan jari kelingkingku. Aku gila, apakah aku
gila, Tuhan?
Matahari mungkin sudah bosan melihat
wajah senduku yang selalu menyapanya, hingga senja pun hadir. Aku memutuskan
untuk pulang dengan membawa senyuman yang sedikit kupaksakan.
“Hei... sayang.” Aku mencoba menyapa mobil merah yang selalu
menemaniku selama ini. “Kita pulang sekarang, okay?” Aku pun duduk dan mulai
menyalakan mesin, ya memori itu datang lagi, tanpa kusuruh, tanpa kuduga, tanpa
sebab apa pun yang bisa kujelaskan.
“Putri Jelek, janji ya...
kalau aku selalu ada di...” Rangkaian kata itu yang
sering diucapkan Pangeran Ganteng. Dan setiap kali dia berkata seperti itu,
kita selalu melanjutkan kalimat itu dengan bahasa tubuh ciptaan kita.
Menempelkan kedua jari telunjuk kita masing-masing di bagian pelipis, lalu
meneruskannya dengan menyatukan telujuk menuju dada. Gerakan itu aku lanjutkan
dengan mengusap semua bagian tubuh mulai rambut sampai kaki. Artinya, Pangeran
Ganteng selalu ada di pikiran, hati, dan seluruh tubuhku. Mungkin, kalau semua
organ tubuhku punya otak, setiap hari juga nggak bisa lepas untuk memikirkan
seseorang seperti kamu, Pangeran Ganteng.
“Pangeran Ganteng,
baik-baik disana...” ucapku tulus.
Aku sempat ragu dengan celotehan
orang yang mengatakan tentang Tuhan dan kasih sayangnya. “Tuhan selalu ada buat kita, Tuhan selalu sayang kita, Tuhan nggak
mungkin ngasih cobaan yang nggak lebih dari kekuatan hamba-Nya. It’s freak!”
Melihat semuanya yang kini menjadi sesuatu yang realistis, aku menjadi ragu
dengan apa itu CINTA.
Ada banyak hal yang berkecamuk dan
ingin sekali aku tanyakan kepada-Nya. “Tuhan,
jika Engkau menyanyangiku, mengapa Kau memberikanku waktu untuk menikmati
keadaan yang pada akhirnya harus dilupakan? Mengapa Kau membiarkan aku tertawa
lepas jika pada akhirnya aku harus menangis pilu. Mengapa harus ada kata
kenangan dan tidak ada kata selamanya? Kenapa? Kenapa semua berakhir dengan
sebuah keadaan? MATI.” Semua itu terjadi begitu cepat, tidak ada pertanda
atau pun rasa curiga, semua berjalan wajar. Sampai akhirnya, kita tahu tentang
apa itu kuasa Tuhan.
Dalam keadaan seperti ini, aku sulit
untuk menerima nasehat dari siapa pun, termasuk sahabat-sahabatku. “Pangeran Ganteng yang nggak bisa jadi real
lagi!” Hari-hari yang terus bergulir kuhabiskan di dalam kamar tanpa ada
cerita, tanpa rasa, tanpa tawa. Menangis terisak, membuka kenangan, atau
menyesali keadaan yang seharusnya bisa kuciptakan lebih indah jika aku
mengetahui setiap catatan Tuhan untuknya.
Hingga akhirnya aku tersadar bahwa
hal terbaik yang bisa aku lakukan adalah dengan mengikhlaskannya untuk pergi
dan mendoakannya. Berat, sangat berat! Melepaskan seseorang yang terikat dengan
diri kita, menyadarkan pada diri sendiri bahwa sosoknya sudah tidak ada, dan
berusaha kuat untuk mengisi lembaran cerita cinta tanpa ada dirinya.
Hari ini, aku kembali teringat
memori itu. “Putri Jelek, janji ya...
bakal sama aku terus sampai birthday berikutnya, berikutnya, berikutnya..”
ucapnya.
“Ever-ever after!” kataku menyela.
Kita pun saling merangkaikan jari kelingking dan tertawa bahagia.
Dari situ aku tahu, kamu bohong. Hari ini adalah hari ulang tahun kamu,
Pangeran Ganteng. Tapi, aku justru mengenakan gaun hitam dan memperingati hari
ke-100mu pergi dari dunia ini. Doa-doa yang kulantunkan selalu kuiringi dengan
leleran air mata yang tidak bisa tertahan. Pria di sampingku berusaha memelukku
sesekali dan mengusap bulir-bulir hangat itu. Ayah, ibu, dan adiknya
menampakkan raut wajah yang tidak begitu berbeda denganku, kami pun saling
menenangkan diri satu sama lain. Semua berusaha untuk kuat dan juga tabah, itu
yang aku tahu.
“Heii, Vavaa.. “ teriak Vino, teman baik Raka si Pangeran Gantengku.
Aku segera menghentikan langkah dan menengok ke arahnya.
“Gue nggak akan pernah lupa soal ini. Ada sesuatu dari Raka buat lo,
Va. Dia bilang, gue musti kasih ini ke elo, kalau udah 100 hari meninggalnya
dia.” ucap Vino menjelaskan dengan nada lirih.
“Thanks.” ucapku singkat sambil tersenyum dan meneruskan langkah
meninggalkan hunian Raka.
Raka sengaja menitipkan sepucuk
surat untukku di hari ke-100 ia meninggal. Aku mulai memejamkan mata sejenak
dan membayangkan wajah Raka. Aku berharap dalam surat ini tertulis semua
kenangan indah kita berdua. Perlahan, aku mencoba membuka surat itu. Lipatan
demi lipatan aku buka, hingga aku melihat.
Dear,
Putri Jelek
yang aku lupa nama aslinya siapa :D
Putri Jelek, maaf ya aku harus pergi
duluan. Aku sengaja titipin surat ini sama Vino ketika aku tahu bahwa kondisi
aku nggak bisa membaik. Aku juga nggak nyangka kalau heart attack bakal nyerang
aku secepat ini. Ingat Putri Jelek, aku ini kuat. Jantung bisa aja mati, nggak
berfungsi, tetapi cinta, sayang dari aku nggak akan bisa mati semudah itu.
Senyuuuum... Kalau Vino kasihnya tepat, ini udah hari ke-100 aku meninggal. Aku
rasa ini sudah waktunya, sayangku. Aku mau, kamu angkat jari kelingking kamu,
ayo angkat sekarang sayang. Berjanjilah di hadapan surat ini, bahwa aku bakal
terus ada di pikiran kamu, tetapi tidak lagi di hati kamu. Ini sudah 100 hari
aku pergi, sudah cukup kamu menangis buat aku, sudah cukup! Buka hati kamu,
untuk seseorang yang pantas memberimu kenyamanan dan kebahagiaan. Berjanjilah
untuk tidak menyalahkan diri sendiri atau menyesali suatu hal yang telah
terjadi, semua hal bisa jadi better dan berakhir the best jika kamu mau.
Merangkaikan kelingking bersama kamu, Putri Jelek adalah memori terindah sampai
aku menutup mata. Jangan lupa doain aku ya, jangan lupa ibadah, makan teratur,
dan tetap menjadi Putri jelek yang disayang banyak orang.
-Pangeran
Ganteng-
“Aku udah janji nggak bakal
sedih lagi. Raka! Salahkah kalau sekarang aku bilang kalau aku sayang sama
kamu?” kataku menahan tangis.
Surat dari Raka membawa pengaruh
cukup besar untukku. Pelan-pelan aku sudah menemukan jalanku, jalan yang memang
seharusnya aku lewati. Aku mulai merasakan semangat, aku merasakan bahwa
aku baru saja hidup. Baru saja bangun
dari kepedihan yang melelapkan atau dari mimpi kepedihan. Kemurkaanku pada
Tuhan saat itu, merupakan kesalahan yang besar. Tidak seharusnya aku seperti
itu, memaki dan mencela Tuhan. Surat dari Raka membukakan semuanya, memperjelas
semuanya, bahwa takdir Tuhan adalah sesuatu yang memang harus terjadi dan itu
pasti baik. Karena penilaian manusia itu tidak selalu sama dengan apa yang
diinginkan Tuhan.
Aku juga yakin, bahwa aku sudah
menemukan seseorang yang tepat untukku. Seseorang yang mencintaiku,
menyayangiku, seseorang yang memberiku kebahagiaan dan menawarkan kenyamanan
tanpa memper masalahkan adanya Raka dalam diriku. Dimas, I’ll creat a new story with you!
PRAKTEK MENULIS WORKSHOP AFSOH PUBLISHER 2013