-->

CINTA DATANGNYA TERLAMBAT

| 8:18 AM |

 Rembulan berlalu telah menemani indahnya mimpi. Saat butiran embun senja masih menyelimuti dedaunan dan udara pagipun menghembuskan segala karunia Allah untuk pagi ini, tampak sebuah gadis desa yang mungil, ayu dan baik namun sensitif bangun dari tidurnya dan segera menuju kamar mandi dan mengambil air wudhu dan segeralah ia melaksanakan shalat subuh dan bergegas menyiapkan segala perlengkapan sekolahnya dan tak terlupakan ia meminta izin dan meminta do’a kepada kedua orang tuanya karena besar tekadnya, bahwa apa yang sedang ia lakukan adalah sebuah pengembaraan untuk mengubah nasib. 

Detik demi detik berlalu, dengan penuh semangat Zahrana mengayuh sepeda motornya. Sepeda yang sangat berharga karena untuk mendapatkannya tidaklah mudah, tanpa takut badai, hujan dan tak akan takut matahari memanggang kulitnya Ayah Zahrana kerja keras untuk semua itu. Saat setiba di Sekolahan gadis itu menyapa dan menyalami setiap guru yang berpapasan dengannya. Ia dikenal sebagai anak yang rajin, aktif dalam pelajaran dan baik, selalu menuruti apa kata orang tuanya. Bel berdering menunjukkan waktu pelajaran akan segera dimulai dan semua guru bergegas menuju ruang kelas yang dihandle. 

Serang guru yang sudah sempuh namun selalu menebarkan senyumnya sehingga mampu menutupi rautnya yang sudah tua,mulai memasuki kelas tersebut dan menyapa muridnya dengan dengan sapaan kehangatan yang penuh keceriaan. Beliau adalah guru yang sangat baik selalu menjadikan mengasikan sehingga muridnya tidak pernah merasakan jenuh bahkan bosan. Anak-anak belajar memahami isi puisi. Zahraina ditunjuk untuk membacakan puisi tersebut. Pak Hadipun kagum dengan pembawaan puisi Zahraina.

“Bagus sekali dan saya rasa sudah pas pembacaannya.“ puji beliau dengan rasa bangga. 

“Terimakasih, itu semua atas didikan Bapak.“ jawab Zahraina dengan wajah memerah tersenyum malu. 

Waktu dzuhur telah tiba disusul bunyi bel pulang, semua murid menata rapi bukunya kedalam tas. Zahraina berjalan menuju gerbang sekolah dan duduk didalam halte depan sekolahnya. Sudah lima menit Zahraina menunggu sendirian di Halte karena semua temannya sudah terlebih dahulu pulang nampaknya ia sedang menanti seseorang. Dalam pandangannya tak terlihat satu orangpun yang mendatanginya. Tak lama kemudian datang pada Zahraina seorang laki-lakiyang gagah, putih dan penuh dengan karisma, akhirnya seseorang yang ditunggu itu datang. Selama perjalanan menuju rumah Zahraina terdiam tidak seperti biasanya wajahnyapun terlihat agakcemberut dan sepertinya ia sedikit kesal karena Anton. Antonpun segera memastikan keadaan Zahraina.

 “Kamu kenapa sayang, kok sedari tadi diam mulu kamu kecewa karena aku ...?” (dengan suara lembut dengan harapan agar Zahraina tidak marah). 

“Ya akhirnya kaupun menyadarinya, aku tahu kamu pasti mengantar si Lia dulukan? Jujur saja!” selanya dengan nada kesal. 

Pagi yang indah ditemani kicauan burung nan merdu namun tak sekali menaklukan hati Zahraina. Seorang guru yang gagah dan tampan serta cerdas itu mulai menampakkan wajahnya panggil saja beliau dengan nama Pak Adi dengan langkah yang cepat danpanjang seperti orangnya mulai memasuki ruang kelas dan menyalami semua muridnya.

 “Assal’amualaikum (sambut seorang guru Fisika).Baiklah pertemuan kali ini kita akan membahas mengenai Fisika Modern. Apa yang kalian telah pelajari saat anda belajar tadi malam?” tanya guru itu sambil memantau murid yang ada di kelas itu. 

Nampak terlihat di hadapan beliau sebuah siswi yang pintar dan berwajah ceria namun kali ini terlihat lesu pucat dan sedih seakan tidak fokus dalam pelajaran ini, guru itupun membiarkannya. Seorang murid mengacungkan jari lekas mengatakan, 

“Yang saya ingat Fisika Modern itu mempelajari banyak hal bapak, antara lain mengenai Kesetaraan Masa dan Energi, Inti Atom Dan Defek Masa.“ kata seorang siswa. 

“Yah, betul itu Setyo.“ 

Guru itu melanjutkan pembelajaran mengenai Fisika Modern tersebut. 

Pembelajaran fisika telah selesai guru itupun segera keluar namun berhenti sejenak didepan sebuah Laboratorium Elektronika sambil menunggu semua murid pindah menuju kelas selanjutnya. Terlihat murid yang dinanti bersamaan dengan gerombolan temannya keluar dari kelas itu. Dan guru itu menanyakan pada salah satu temannya yang bernama Yuni.

“Kamu dan teman mu biasanya terlihat aktif dan selalu ceria saat pembelajaran tapi kenapa saya lihat tadi kamu diam dan seakan tidak fokus dalam pembelajaran saya?” tanya beliau dengan tegas. Murid itu terdiam karena khawatir bila mendapat hukuman dari guru yang killer itu. Karena dia tahu bahwa Pak Adi paling tidak suka dibohongi maka akhirnya dia menjawab pertanyaan tersebut. “Sekali lagi maaf Pak, bukan kami tidak teledor dan tidak menghargai orang lain melainkan ... (Yuni terdiam sejenak, tanpa berpikir panjang dengan sponanitas dan penuh kejujuran ia menyambung jawabannya)sebenarnya kami sedang merasa sedih dan ikut perihatin yang sedang dirasakan tenam saya.” jawabnya dengan wajah sedia dan mata berbinar-binar. Guru itupun ikut terdiamdalam hatinya ikut merasa simpatik ketika mendengar muridnya itu sedih.

“Apa yang sedang kamu perihatinkan murid ku?“ terlontar tanya semakin dilanda rasa penasaran guru tersebut karenatidak biasanya mereka terlihat sesedih itu. 

Dan akhirnya murid itupun menceritakan semua kebenaran yang terjadi. 

“Begini Pak, saya akan merasa sedih jika teman saya merasa sedih dan saya akan merasa bahagia ketika teman saya merasa bahagia. Saya sangat sedih ketika melihat sahabat saya sedih tadi malam saya menerima sms dari Nuning teman SMP saya yang kebetulan juga teman Zahraina. Dia memberitahukan bahwa teman SMAnya yang saat ini sedang dekat dengan Zahraina terkena musibah, kemarin sore temannya mengalami kecelakaan karena menghindari seorang penyeberang jalan.”

Minggu pagi datang disambut indahnya langit biru seakan menyambut dunia ini menyambutnya dengan kebahagiaan. Di sudut ruang tamu dengan wajah yang sumringah penuh kebahagiaan Zahraina menunggu jemputanSahabatnya mereka sudah ada janji akan pergi bersama namun tak lama kemudian ia mendengarjeritan Ibu. 

“Nduk..Nduk..Nduk ( panggil Zahraina ).“

Zahraina semakin khawatir karena tidak biasanya Ibunya memanggil dengan suara seperti itu. Dengan segera Zahraina berlari menuju Ibunya. Dan ia melihati Ibunya sedang merasa kesakitan mungkin penyakit beliau kambuh.Zahrainasegera memeriksakan Ibunya ke dokter karena ia tidak ingin sesuatu yang tidak diharapkan terjadi pada Ibunya dan tak lama kemudia ia langsung menelpon Restu. 

Kring..kring..kring ( bunyi telepon rumah Restu menggelegar diruang tengah ). Dan Restu segera berjalan mendekat arah sumber bunyi dan mengangkatnya.

“Assalamu’alaikum”, salam dari Zahraina. 

“Wa’alaikumsalam”, dengan spontanitas Restu menjawab salamnya. 

“ Ekh, Zahraina ada apa dengan mu tiba-tiba menelpon ku. Biasanya kamu kalau mau menelpon sms dulu? Pasti kangen ya? “ ledek Restu dengan tertawa.

Zahrainapun terdiam sejenak dan mencoba menjawab pertanyaan restu. “Maaf restu, mungkin nanti siang kita tidak bisa pergi.“ jawab Zahraina dengan nada lirih dan sesak. Restupun penasaran mengapa Zahraina membatalkan janjinya dan iapun menanyakan sebabnya, “Kenapa Ra kok kamu mendadak membatalkan janji kita? Padahal aku sudah bersiap-siap pergi menjemputmu” sahut Restu dengan wajah sedikit kecewa. 

“Nanti akan aku ceritakan semuanya, sekali lagi maaf ya!“

“Tidak apa sayang ku, santai saja masih ada hari esok.“ Restu mencoba menyejukkan hati Zahraina.

Restu segera menuju Rumah Sakit dimana Ibu Zahraina dirawat. Bunyi sepatu mulai terdengar di Kamar Dahlia No.7 seorang laki-laki yang tinggi, kurus dan hitam manis memasuki ruang itu.

“Assalamu’alaikum.“ 

Laki-laki itu duduk di sampingnya. 

“Zahraina kamu yang sabar ya, Ibu mu pasti akan segera sembuh. Aku akan selalu menemani mu disaat kamu butuhkan, aku menyayangi mu lebih dari aku menyayangi Sahabat ku.” Mendengar kata-kata itu Zahraina tertegun kaget. Dalam hatinya bertanya-tanya. Apa tadi Restu salah ngomong ya?!? Tapi aku merasa nyaman saat berada di dekat Restu lebih nyaman dari apa yang aku rasakan saat ada disamping Anton.

Sudah seharian Restu menemani Zahraina namun tak terlihat kekasih Zahraina datang menemani atau sekedar menjenguk Ibunya.

“ Pacar kamu kok tidak kelihatan sedari tadi Ra? ”

 “Tidak tahu aku sudah mencoba menghubunginya tetapi nomornya selalu sibuk, mungkin dia lagi jalan sama teman kerjanya.”

“Maksudmu Lia?”

“Mungkin, sudahlah jangan ngomongin dia mulu. Aku bosen mendengarnya!” jawab Zahraina dengan sewot.

“Hmm, kok kamu sewot pasti cemburu ya? Ekhemmm, kan masih ada aku.“ ledek Restu dengan ketawa khasnya.

“Ya jelas toh, cewe mana yang tidak cemburu kalau lihat pacarnya jalan dengan teman cewe lain.”

“Sudah sore nih, aku pamit saja ya kasihan Nenek ku di rumah sendirian. Salam buat Ibu mu, semoga cepat sembuh.” Restu mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Terimakasih ya, kau memang sahabat ku yang paling bisa mengerti aku. Hati-hati di jalan!” ucap Zahraina dengan senyum bahagia.

Mataharipun mulai meninggalkan sore yang kelabu pertanda Restu harus segera pulang karena sudah seharian dia meninggalkan Neneknya sendirian karena semua keluarga Restu sedang berada di Bandung. Nenek tidak mau ikut jalan-jalan ke Bandung dengan alasannya, ” Nenek ini sudah sepuh tidak kuat jalan-jalan jauh”.

Tak lama setelah Restu meninggalkan dirinya. Hati Zahraina kacau, sepertinya ia merasakan suatu firasat yang tidak baik. Tiba-tiba ia terpikir pada seorang Sahabatnya. Dada ku terasa sesak bayangan Restu selalu menemani detik-detik ku kini. Aku takut ada sesuatu yang terjadi padanya. Mungkin itu hanya perasaan ku saja. Daripada berpikir yang tidak-tidak lebih baik aku menjaga Ibu. Bayangan Restupun tak kunjung hilang, akhirnya ia segera mengambil air wudhu dan membacakan ayat-ayat Allah untuk menenangkan hatinya.  

Meskipun acara jalan bareng Zahraina gagal namun hatinya sedikit terobati Restu merasa senang karena dapat menemani orang yang ia sayang. Bayang senyum Zahraina selalu bermunculan dalam benaknya. Dalam hatinya berkata, “Andai saja kau mengetahui perasaan ku pada mu dan kau bisa menjadi milik ku pasti hidup ku akan diselimuti kebahagiaan. Mungkin belum waktunya. Waktu pasti akan mengungkapkannya meskipun hanya dalam tulisan-tulisan mungil dan sebuah lagu.” . Terlintas dimatanya seorang Kakek tua berjalan di Zebra Cross Restupun kaget tanpa kendali Restu membanting stirnya.

Brrakkkk.... motor Restu menyapu jalan raya. Orang-orang di sekitarpun mencoba mendekat dan ikut membantunya begitupula Kakek tua tadi. Darah yang merah tua itu mengalir deras dari kepalanya. Segera warga setempat melarikannya ke Rumah Sakit terdekat. Suster segera membawa ke Ruang ICU dan dokter memeriksa keadaannya. Jantung masih berdekat dan nafasnya masih terasa namun Restu kehilangan banyak darah dan harus segera dioperasi. 

Kelurganyapun segera menyusul ke Rumah Sakit menemui dokter dan administrasi.

“Dok, bagaimana keadaan anak saya?” tanya Pak Ridho dengan wajah kekhawatiran tingkat akut.

“Maaf Bapak, anak Bapak tadi mengalami kecelakaan di Jalan Raya helmnya terlepas sehingga kepalanya membentur lingir jalan dan anak Bapak kehilangan banyak darah. Kami sudah memeriksanya...”

Belum selesai berbicara Ibunya memotong pembicaraan dokter itu. “Apa hasilnya dok?” tanya Ibu Siwi dengan isakan tangis.

“Sabar Ibu, tenangkan diri Ibu.” ucap Bapak sedikit menyejukkan Ibu.

“Sebelumnya saya minta maaf, dan sebelum saya membacakan hasilnya saya ingin bertanya..”

“Apa dok, cepat katakan!” seperti biasa belum selesai berbicara selalu dipotong. Bagaimana rasanya menjadi seorang Ibu. Beliau seperti Ibu pada umumnya tidak akan merasa tenang jika anaknya sedang sakit.

“Baiklah, beribu maaf Bapak dan Ibu seperti hasil yang kami dapatkan dari pemeriksaan tadi anak Bapak dan Ibu kehilangan banyak darah, hmm... syaraf-syaraf otaknya 75% sudah rusak akibat terbentur tadi yang berfungsi hanya 25% dan harapan hidupnya hanya 20%. Kami akan segera mengoperasi otaknya karena bila tidak dioperasi darah dikepalanya akan mengalir terus dan anak Bapak dan Ibu akan kehabisan darah dan dapat memperparah keadaannya.”

“Tolong segera lakukan yang terbaik untuk anak saya dok. Saya yakin anak saya itu kuat!” jawab Bapak Ridho dengan perasaan yang tak karu-karuan. Ibunya hanya menangisi tragedi itu.

Tangis kesedihan melanda keluarga Restu. Tak lama setelah itu Zahraina datang menemui keluargan Restu. Zahrainapun tak sanggup melihat isak tangis dan air matanyapun menetes dan segera ia melihat ke jendela ruangan dimana Restu dirawat. Air matanya menetes begitu deras seperti derasnya darah yang mengalir di kepala Restu tak terasa satu pak tissu telah habis terbasahi air mata. Ibu Restupun mendekat pada Zahraina dan memeluknya.

“Sabar ya nduk, Ibu tau apa yang sedang kamu rasakan Ibu juga bisa merasakannya karena Ibu juga wanita. Restu juga sayang pada mu, dia selalu menceritakan semua yang terjadi pada mu begitu pula kejadian yang terjadi pada Ibu mu. Tidak hanya itu masih banyak tulisan-tulisan Restu tentang perasaannya. Suatu saat pasti Tante akan melihatkan semua itu pada mu jika nanti Restu sudah sembuh.” Ucap Ibu Siwi dengan sesak dan berlumuran air mata.

Di sudut ruang tunggu telah lama keluarga Restu menunggu dokter keluar dari ruang operasi, menanti kabar baik datang meskipun hati resah, gelisah dan do’alah yang terpanjatkan pada Allah menanti keajaiban dariNya. Tak lama kemudia dokter keluar dari ruangan itu dan menuju ruangannya. Sesegera Bapak dan Ibunya menyusul dokter tersebut dan menanyakan bagaimana hasilnya sedangkan Zahraina dan kakak serta adik Restu hanya bisa menunggu di luar ruangan. Di ruangan tersebut nampak Pak dokter duduk dengan wajah sedih bercampur kecewa.

“Silahkan duduk!”

“Bagaimana hasil operasi tadi dok, operasinya berhasilkan?” tanya Ibu Siwi dengan segala rasa penasarannya meskipun dengan isak tangisnya.

“Bagaimana hasil operasi anak kami dok?” susul Pak Ridho dengan kepasrahan.

Dokterpun menghela nafasnya. “Maafkan kami Bapak dan Ibu, kami sudah berusaha semampu kami tapi Allah menghendaki lain, kami tidak bisa menyelamatkan anak Ibu.” Ucapnya dengan penuh kekecewaan.

“Jadi anak kami tidak terselamatkan dok?” serobot Ibu Restu itu.

“Iya Ibu, ini hasil scann operasi tadi.”

“Baiklah dok, terimakasih. Mungkin ini yang terbaik untuk anak kita bu.” Ucap Bapak Ridho menenangkan keadaan Ibu.

Begitupula Zahraina, dia syok mendengar berita itu dan menjerit dengan tangisnya. Tak disangka detik-detik itu menjadi detik terakhir pertemuan ku dengan Restu.

Jenazah Restu segera dibawa pulang ke rumah duka. Banyak orang berdatangan melayat dari pihak sekolahan dan tetangganya pula dengan upacara kematian adat jawa ia dikebumikan. Zahraina tak sanggup untuk menyaksikan semua itu, dadanya penuh sesak  tangisnya tiada henti dan disambut turunnya hujan deras seakan dunia ini ikut berduka akan kepergian Restu.

Zahraina melihat kenangan-kenangan yang ditinggalkan Restu untuknya, ternyata Restu meninggalkan tidak sedikit tulisan-tulisan indah dan romantis untuknya. Tangisnyapun semakin menggebu-gebu, Zahrainapun semakin tak sanggup akan semua itu. Ternyata selama ini ia menuliskan semua perasaanya kepada ku dalam lembar-lembar ini, aku tak menyangka ternyata Restu menyimpan rasa cinta pada ku dan baru hari ini aku mengetahuinya setelah dia tiada. Mengapa kau tak mengungkapkan perasaan mu sedari dulu dan mengapa harus secepat ini kau meningalkan ku... (ucap Zahraina seakan tidak mempercayai takdir ini).

Seketika itu Zahraina teringat akan ucapan Restu ketika ia mendengar aku sedang menjalani hubungan dengan, aku sebenarnya kecewa tapi jika semua itu akan membuat mu bahagia akupun rela. Begitu tulus cinta Restu pada Zahraina. Hati Zahraina terluluhkan karena ketulusan cinta yang ia berikan pada ku. Zahraina hanya bisa menangisi semua yang terjadi dan tak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini, dan bagaimana cara ia membahagiakan Restu orang yang ia sayangi..







BIODATA

Nama : Nur Khotimah

TTL : Purbalungga, 27 Januari 1994

Alamat : Kedunglegok RT 06/03 Kec.Kemangkon Kab.Purbalingga

Email : Gadies_cahayakh@yahoo.co.id

Facebook : Noer Khotimah Nur Yasin

Twiter : @noer_khot

No.hp : 085712111821

Hobi : Mendengarkan musik

Cita-cita : Menjadi seorang guru yang profesional, bisa merubah dunia ini     menjadi lebih baik

Moto : Tiada kata tidak mungkin sebelum kita mencobanya, keep fight 

ANTOLOGI BUKU : TIDAK ADA COVER
KELOMPOK 11 MAHASISWA UNNES - 
WORKSHOP MENULIS DAN MENERBITKAN BUKU - 2013 
BERSAMA AFSOH PUBLISHER  

GENDAM NUSANTARA 919

Back to Top